Senin, 04 Januari 2010

24 Juni 09, menjelang PILPRES


Pagi itu, asap hitam mengepul
di balik wajah legam si Ibu

saat itu, periuk beradu bara api kayu
"entah nasi ataukah batu yang ditunggu?"

anak kecil lugu menunggu pilu
perut malu menahan ragu
Si Bapak haru di balik pintu
menyapa Sang Ibu merayu syahdu

"periuk beradu bara api kayu
entah nasi ataukah batu yang ditunggu?"

Si anak tetap saja menunggu
sambil terus mengurut baju
kayu habis tak ada yang baru
Si Bapak pergi tertunduk layu

Nasib diburu tak malu meminta seribu
berharap tak menjadi candu
tapi harga diri kepalang jatuh

esok, semua jalan terasa buntu
sebab, hanya liang lahat yang mudah dituju

"periuk beradu bara api kayu
entah nasi ataukah batu yang ditunggu?"

rindu jaman, rindu makmur
kemiskinan menjamur laiknya parade penganggur

negeri budak, negeri mayat hidup
tak ada beda yang mati dan yang hidup

sang budayawan melantunkan syair
bukan untuk menyindir tapi wajar terkesan satir
"ayam kelaparan di lumbung padi,
Ikan kehausan di tengah lautan,
manusia kufur di negeri para wali jumhur.
belum sampai mati dituju, tapi
api neraka sudah menjulur."

legam sudah wajahmu, Ibu!
di akhirat kelak, jangan Kau tambah lagi.

1 komentar: