Minggu, 27 Desember 2009

laporan Penyusunan PSETK

I. Tahapan Penyusunan Gambaran Umum Daerah Irigasi Nagrog
Gambaran umum adalah informasi mengenai daerah yang di jadikan sasaran program WISMP. Gambaran umum ini berisi tentang kondisi geografis, sejarah perkembangan Daerah Irigasi Nagrog, Organisasi GP3A dan P3A, struktur organisasi dan wilayah kerja

II. Tahapan Penyusunan Profil Kelembagaan
Tahapan ini adalah tahapan dimana pendamping (TPM) menginventarisir dan mengidentifikasi perkembangan lembaga GP3A dan P3A. cara yang saya lakukan adalah melakukan wawancara dengan para pengurus GP3A dan P3A, pendamping juga melakukan wawancara dengan mantri cai serta para petani yang tergabung atau pun yang tidak tergabung dalam organisasi GP3A dan P3A, proses tersebut dilakukan agar informasi tentang lembaga GP3A dan P3A lebih menyeluruh.
Ada pun hasil dari wawancara tersebut adalah: mengetahui nama lembaga GP3A dan P3A, nama-nama pengurus GP3A dan P3A, keanggotaan GP3A dan P3A, luas wilayah GP3A dan P3A, jumlah anggota berdasarkan kelompok/blok, rencana kerja GP3A dan P3A dan pemberdayaan organisasi serta kinerja organisasi.

III. Tahapan Penyusunan Profil Sosial
Tahapan ini adalah tahapan untuk lebih memahami kondisi sosial masyarakat petani di sekitar Daerah Irigasi (DI) Nagrog. Cara yang saya lakukan adalah dengan menginventarisir dan mengidentifikasi di wilayah dampingan. Selain itu pendaping juga melakukan wawancara dengan individu, kelompok masyarakat serta Para pengurus GP3A dan P3A sebagai narasumbernya. Wawancara dilakukan untuk lebih menggali dan lebih dalam memahami kondisi masyarakat petani di sekitar Daerah Irigasi (DI) Nagrog.
Ada pun hasil dari wawancara tersebut adalah: dapat mengetahui tingkat gotongroyong, hubungan kemasyarakatan, tingkat pendidikan petani, status petani, dan permasalahan sosial yang ada dilokasi Daerah Irigasi Nagrog.

IV. Tahapan Penyusunan Profil Ekonomi
Penyusunan profil ekonomi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan para pelaku ekonomi, luas dan jenis usaha tani, tingkat pendapatan rumah tangga petani, potensi sumberdaya lokal dan struktur mata pencaharian masyarakat yang ada di sekitar wilayah Daerah Irigasi Nagrog. Cara yang saya lakukan adalah dengan cara menyusuri perkampungan dan melakukan wawancara.

V. Tahapan Penyusunan Profil Teknis
Profil teknis dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kondisi sarana irigasi dan sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam operasi dan pemeliharaan saluran irigasi. Cara yang saya lakukan adalah dengan cara melakukan penelusuran jaringan dari Hm: 0 sampai ke Hm: 92. dalam penelusuran jaringan tersebut, saya, mantri cai/juru pengairan beserta pengurus GP3A dan P3A melakukan diskusi untuk menentukan titik-titik mana yang akan dibangun dan titik-titik mana yang akan dilakukan gotong-royong serta jenis kegiatan apa yang akan dilakukan dalam rangka OP (operasi dan pemeliharaan) saluran irigasi.

Sabtu, 26 Desember 2009

PSETK 2009

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan reformasi kebijakan pengelolaan irigasi sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang No. 07 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan peraturan pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi antara lain di arahkan untuk memperkuat Lembaga Pengelola Irigasi (LPI). Salah satu Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) yang perlu ditingkatkan kemampuannya adalah organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A) pada daerah irigasi.
Program WISMP-APL 1 dilaksanakan melalui konsep strategis PPSIP (Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif), di mana para penerima manfaat (para petani pemakai air) tidak hanya bersikap pasif, akan tetapi akan bersikap aktif dan proaktif dengan menjadi mitra dalam melaksanakan berbagai kegiatan pengelolaaan irigasi. Sehingga permasalahan di lapangan betul-betul dapat diselesaikan, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat petani. Dengan berpegang pada kata kunci program WISMP, yang menitikberatkan kepada pembangunan ekonomi masyarakat petani yang berkelanjutan. Maka, sangat dibutuhkan instrumen pemberdayaan yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Instrumen perencanaan dalam konteks kebutuhan program pemberdayaan masyarakat telah banyak dikembangkan. Salah satu instrumen yang cukup tepat untuk digunakan dalam rangka program penguatan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A adalah dengan menggali Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK). Sehingga Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) dapat melakukan proses perencanaanprogram pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A, tidak hanya dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif yang lebih efektif dan efisien saja, akan tetapi dapat juga melakukan perencanaan dalam membantu mensejahterakan masyarakat petani dengan melakukan upaya peningkatan produktivitas hasil pertanian dan diversifikasi usaha pertanian berbasis potensi lokal.
Salah satu upaya untuk memberdayakan dan peningkatan kemampuan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ke arah yang lebih baik dalam pengelolaan jaringan irigasi adalah dengan menghadirkan tenaga pendamping masyarakat bagi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Peran pendamping dalam konteks tersebut adalah sebagai fasilitator, katalisator, motivator dan dinamisator dalam meningkatkan kinerja pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), sehingga dapat mendorong dan menumbuh kembangkan semangat petani untuk berdaya dalam pembangunan partisipatif (pengambilan keputusan dan swadaya) pengelolaan irigasi di wilayahnya masing-masing.

1.2 Maksud dan Tujuan
Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) dengan proses penggalian permasalahan/kebutuhan nyata, dilakukan melalui proses pendekatan partisipasi masyarakat petani yang dilakukan secara terpadu dan terencana (Participatory Approach) atau yang lebih dikenal dengan istilah Pemahaman Partisipatif Kondisi Daerah Irigasi (PPKDI) dimaksudkan sebagai media atau instrumen dalam membantu pemahaman Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) serta pihak-pihak yang berkompeten dengan permasalahan irigasi, dapat memiliki kemampuan dalam merencanakan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif yang efektif dan efisien.
1. Meningkatkan pemahaman dan kemampuan Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) dan pengguna lainnya dalam mengidentifikasi kebutuhan data, sumber data dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) melalui metode Pemahaman Partisipatif Kondisi Daerah Irigasi (PPKDI).
2. Meningkatkan kemampuan Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) dan pengguna lainnya dalam persiapan, pelaksanaan dn tindak lanjut hasil PSETK.
3. Meningkatkan kemampuan Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) dan pengguna lainnya dalam merumuskan program kerja permberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A selanjutnya, menuju peningkatan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif yang efektif dan efisien serta kesejahteraan anggota organisasi P3A/GP3A/IP3A.

1.3 Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) dengan metode Pemahaman Partisipatif Kondisi Daerah Irigasi (PPKDI) antara lain mencakup kegiatan sebagai berikut:
• Identifikasi data dan sumber data;
• Peningkatan pemahaman dan kemampuan pengguna metode Pemahaman Partisipatif Kondisi Daerah Irigasi (PPKDI) dalam pelaksanaan kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK);
• Identifikasi kebutuhan dan persiapan kegiatan;
• Pelaksanaan kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) berdasarkan metode Pemahaman Partisipatif Kondisi Daerah Irigasi (PPKDI) dengan pendekatan partisipatif melalui penelusuran jaringan bersama; dan
• Perumusan tindak lanjut hasil kegiatan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) sebagai dasar perumusan program kerja.


1.4 Tahapan Pelaksanaan

























1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) Daerah Irigasi Nagrog tahun 2009, adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lingkup kegiatan dan tahapan pelaksanaan Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) serta sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM
Berisi gambaran umum Kecamatan Pasir Kuda, sejarah perkembangan Daerah Irigasi serta wilayah kerja
BAB III PROFIL SOSIAL EKONOMI
Berisi tingkat swadaya masyarakat, hubungan kemasyarakatan, tingkat pendidikan petani, status kepemilikan lahan serta permasalahan sosial ekonomi yang terjadi serta alternatif pemecahannya.
BAB IV PROFIL TEKNIS
Berisi data umum daerah irigasi, air dan kelestarian sumber air, kondisi fisik jaringan, program kerja, pemberdayaan organsisasi P3A/GP3A/IP3A dan permasalahan kelembagaan serta alternatif pemecahannya.
BAB V PROFIL KELEMBAGAAN
Berisi Nama Lembaga, Pengurus Lembaga GP3A/P3A, STRUKTUR ORGANISASI GP3A, Keanggotaan, Luas Wilayah Kerja, Jumlah Anggota Berdasarkan Kelompok/Blok, Rencana Kerja, Pemberdayaan Organisasi P3A/GP3A, Kinerja Organisasi P3A/GP3A.
BAB VII ANALISIS DAN REKOMENDASI
Berisi analisi dan rekomendasi
BAB VIII PENUTUP
LAMPIRAN
BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Gambaran Umum Daerah Irigasi Nagrog
2.1.1 Umum
Kondisi geografis

Kecamatan Pasir Kuda, mempunyai luas daerah 1.099,362 Ha dengan luas tanah sawah 173,739 Ha dan luas tanah daarat 925,623 Ha. Jumlah penduduk 36.588 orang, laki-laki: 17.883 orang dab perempuan: 18.244 orang. Tanah menurut penggunaannya: perumahan 179.942 Ha dan lain-lain 10.447 Ha. Tanah menurut status: hak milik wakaf: 8.138,38 Ha; Tanah kas Desa: 125,04 Ha; dan Tanah Kehutanan: 1.783,43 Ha. Tingkat kesuburab tanah: Subur 7.034,30 Ha; dan kering 3.014,70 Ha (sumber: data monografi Kecamatan Pasir Kuda dalam tahun 2009)

Total luas Kabupaten Cianjur 350.146 Ha dengan jumlah penduduk berdasarkan BPS Kab. Cianjur tahun 2007 mencapai 2.138.465 jiwa yang terdiri dari 1.106.366 jiwa penduduk laki-laki dan 1.032.099 jiwa untuk penduduk perempuan. Luas tanah sawah 63.299 Ha dan luas tanah darat 286.849 Ha. Kepadatan rata-rata adalah 610 jiwa/km. Kepadatan terbesar berada di Kecamatan Cianjur dengan jumlh 6.484 jiwa/km dan kepadatan terendah berada di Kecamatan Naringgul yaitu 186 jiwa/km. (sumber: BPS, Kab. Cianjur dalam angka 2009)




2.2 Sejarah Perkembangan DI Nagrog
Daerah irigasi Nagrog terletak di Kecamatam Pasir Kuda, lokasinya berjarak 90 km dari ibukota Kabupaten Cianjur. Mengairi 942 Ha dan memiliki panjang saluran 9,3 Hm, serta berada di hulu sungai Cilumut.
Saluran irigasi Nagrog mengairi 942 Ha sawah, yang terbentang dari Desa Simpang, Desa Mekarmulya, Desa Kubang, Desa Cilongsong dan Desa Padaluyu yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tanggeung.
Jika dilihat dari perspektif sejarah (verbal), sebenarnya Daerah Irigasi Nagrog pada awalnya tidak menjadi perhatian penting pemerintah pada saat itu (Belanda), sebab, mengingat kontur tanah dan berbagai aspek lainnya yang sangat tidak mendukung untuk membangun bendung sekaligus membangun sistem irigasi yang efektif di daerah tersebut.
Pembangunan saluran irigasi Nagrog di latarbelakangi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat pada saat itu, untuk tetap bisa bertahan hidup (survive) dengan kemampuan dan potensi yang ada. Uniknya, ternyata masyarakat setempat sudah mampu beridiri sendiri (mandiri) untuk menyusun rencana samapi ke program aksi untuk melaksanakan seluruh kegiatan dengan tidak mengandalkan pihak-pihak di luar mereka. Maka, pada sekitar tahun 1930-1940 atas prakarsa 4 (empat) orang tokoh masyarakat, yaitu Baing fatah, Baing Ucih (kakek buyut Bp. H. Kosim, pada saat ini menjabat ketua GP3A Sauyunan), Baing Apad dan Baing Fiil. Pembangunan saluran irigasi dapat terlaksana walaupun dengan menggunakan peralatan yang sangat konvensional yaitu Bambu, dengan waktu yang relatif cukup lama.
Dengan kegigihan dan motivasi yang kuat dari kakek buyut mereka. Alhasil, Daerah Irigasi Nagrog menjadi pusat perhatian berbagai pihak, terutama pemerintah yang pada saat itu sedang menggalakkan swasembada beras untuk mendukung ketahanan pangan nasional (tahun 1980-an).
Salah satu bentuk perhatian pemerintah pada saat itu, pada tahun 1989 pemerintah membangunan satu bendung du hulu sungai Cilumut. Akan tetapi, pada tahun1987 sebelum pembangunan bendung dilaksanakan, sempat terjadi ketegangan antara masyarakat pengguna air khusunya dari masyarakat petani yang berada di Daerah Irigasi Cilumut-Pasirkerud (debit air yang berkurang). Pada akhirnya, ketegangan di antara masyarakat petani pemakai air dapat terselesaikan, itu semua tidak terlepas dari kesigapan pemerintah pada saat itu yang diwakili dinasi pengairan selaku mediator.
Daerah irigasi Nagrog dengan segala kekurangan dan kelebihannnya, sangat berbeda dengan daerah irigasi lainnya. Salah satunya dapat dilihat dari ide prakarsa atau gagasan pertama yang mengawalinya ditambah lagi sampai saat ini belum ada pembebasan tanah dari pemerintah.

2.2.1 Irigasi Nagrog
Saluran irigasi Nagrog mengairi 5 Desa, yaitu: Desa Simpang, Desa Mekarmulya, Desa Kubang, Desa Cilongsong dan Desa Padaluyu.
Tabel 1: Luas Sawah Berdasarkan Jenis Pengairannya
No Jenis Pengairan Luas (Ha)
1 Irigasi Teknis 442
2 Irigasi 1/2 Teknis 555
No Jenis Pengairan Luas (Ha)
3 Irigasi Sederhana 3036
4 Irigasi Non Teknis 1244
5 Tadah Hujan 1627
Total 6,904
Sumber: BPS, Cianjur dalam angka Tahun 2008
Dari tabel jenis pengairan di atas, terdapat luasan 71,50 Ha sawah yang terdiri dari irigasi teknis dengan lokasi di Desa Simpang, serta terdapat luasan 870,50 Ha sawah yang terairi oleh irigasi setengah teknis yang berlokasi di Desa Mekarmulya, Kubang, Cilongsong dan Desa Padaluyu.
Tabel 2: Luas Sawah Berdasarkan Jenis Pengairannya
Musim Tanam Debit (liter/detik) Keterangan
I >1000 Luber di Saluran Induk, rawan longsor (erosi)
II Antara 500-1000
III <500
Sumber, Hasil Survey, Responden Juru Pengairan
Tabel 3: Luas Areal yang Terairi Irigasi Nagrog
No Desa Luas (Ha) Keterangan
1 Simpang 72
2 Mekarmulya 349
3 Kubang 425
4 Cilongsong dan Padaluyu 96
Sumber: Juru Pengairan


Tabel 4: Kondisi Bangunan Irigasi
No Jenis Bangunan Jumlah Kondisi
1 Bendung 1 Rusak
2 Bendung Sadap 27 60% Rusak
3 Bangunan Bagi Sadap 2
4 Oncoran 18
5 Bangunan Got Miring 4 3 baik, 1 Rusak
6 Bangunan Talang 6 Baik
7 Bangunan Ukur 3 Rusak
8 Gorong-gorong Pembawa 8 2 Rusak
9 Bangunan Tertutup 12 2 Rusak
10 Pelimpah/Penguras 2 Rusak Berat
Sumber: Hasil Survey Penelusuran Jaringan Tahun 2009
Saluran irigasi terletak pada daerah curam (lamping: bahasa sunda), kondisi alam tersebut sangat rawan. Maka, di samping pemeliharaan, pembangunan dan perbaikan gorong-gorong tertutup, lining dan kirmir pun harus segera dilaksanakan untuk mengantisipasi bencana longsor, tanggul jebol dan pohon tumbang.

2.3 Organisasi GP3A/P3A
Jumlah P3A Mitra Cai terdapat 2 unit P3A dan Satu Gabungan P3A sebagai berikut:
a. P3A Mitra Cai Saluyu, yaitu penggabungan P3A mitra cai di wilayah kerja Desa Simpang dan Desa Mekarmulya;
b. P3A Mitra Cai Gotongroyong, yaitu penggabungan P3A Mitra Cai yang terdapat pada wilayah Desa Kubang, Desa Cilongsong dan Desa Padaluyu;
c. Kepengurusan GP3A Sauyunan, dipilih berdasarkan perwakilan dari seluruh anggota P3A yang ada.

2.3.1 Struktur Organisasi
Pada tanggal 29 juli 2007 telah terjadi pergantian kepengurusan, lokasi pemilihan bertempat di Balai Desa Mekarmulya dengan hasil perubahan posisi sekretaris, bendahara, badan pengawas dan humas. Pergantian dilakukan berdasarkan pertimbangan keaktifan dan kesibukan para pengurus yang diganti. Masa bakti kepengurusan disesuaikan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi GP#A Sauyunan.
STRUKTUR ORGANISASI GP3A








Gambar 2: struktur organisasi GP3A Sauyunan

2.3.2 Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja GP3A Sauyunan 942 Ha, terdiri dari:
a. P3A Mitra Cai Saluyu : 396 Ha (Desa Simpang dan Desa Mekarmulya)
b. P3A Mitra Cai Gotong-royong : 546 Ha (Desa Kubang dan Desa Cilongsong/Padaluyu)
















BAB III
Profil Sosio Ekonomi

3.1 Aspek Sosial
3.1.1 Status Petani
Sebagian besar status petani di daerah hulu sungai adalah petani pemilik sekaligus penggarap. Sedangkan untuk bagian tengah dan hilir perimbangan antara pemilik dan penggarap. Komposisinya dapat dilihat dari table di bawah ini:
Table 3.1: Status Petani
No Status Petani Prosentase
1 Pemilik 20
2 Penggarap 20
3 Pemilik Penggarap 50
4 Sewa 10
5 lainnya -
Sumber: Hasil wawancara, responden Ketua GP3A dan Mantri Cai (Juru Pengairan)
3.1.2 Tingkat Pendidikan Petani
Untuk tingkat pendidikan petani rata-rat menyelesaikan pendidikannya pada bangku sekolah dasar (SD) atau dahulunya sekolah rakyat (SR) dan sebagian ada yang sempat melanjutkan ke pesantren-pesantren sebesar 90 %, untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 10 %. Dalam kaitannya dengan usia, struktur usia produktif rumah tangga petani pemakai air kebanyakan di antara usia18-50 tahun sebesar 60 %, sedangkan di atas 50 tahun sekitar 35 %, sisanya adalah usia di bawah 17 tahun.
3.1.3 Gotong-royong/Tingkat Swadaya Masyarakat
Kesadaran petani di DI Nagrog untuk melakukan gotong-royng masih bersifat insidentil akan tetapi ketika kegiatan dilaksanakan partisipasi warga sekitar daerah irigasi begitu baik dan antusias, sebab para petani di daerah irigasi masih memegang nilai-nilai kearifan yang luhur dalam kaitannya dengan proses pemeliharaan saluran. Akan tetapi keluhuran nilai-nilai kearifan itu tidak menjelma dalam bentuk kelompok (consensus), tetapi hanya pada individu-individu petani saja. Akibatnya setiap selesai dilaksanakannya kegiatan gotongroyong tidak dilanjutkan dengan perencanaan gotongroyong untuk selanjutnya.
3.1.4 Hubungan Kemasyarakatan
Dari fenomena di atas, secara otomatis hubungan kemasyarakatan pun tidak terjalin harmonis apalagi tercipta suasana dinamis di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang ada di daerah irigasi Nagrog.
3.1.5 Permasalahan Sosial di Lokasi
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa begitu banyak permasalahan yang ada, di antaranya; individu dengan individu masyarakat lainnya, individu masyarakat dengan kelompok masyarakat, kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya bahkan tidak jarang kelompok-kelompok masyarakat dengan pemerintahan setempat. Begitu kompleknya permasalahan yang ada di tengah masyarakat, terkadang jika terjadi kesalahan pendekatan akan berdampak yang kurang baik, salah satunya adalah kita tidak diterima lagi di lingkungan tersebut, dan yang paling parah jika sisi sensitifitas dari masyarakat sekitar irigasi nagrog tersentuh, maka mereka tidak segan-segan untuk melakukan pembalasan yang terlihat sangat tidak rasional.



3.2 Aspek Ekonomi
3.2.1 Luas dan Jenis Usaha Tani
Saluran irigasi Nagrog mengairi 4 (empat Desa, yaitu: Desa Simpang, Desa Mekarmulya, Desa Kubang dan Desa Cilongsong yang berbatasan dengan kecamatan Tanggeung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2.2: Luas Arela dan Jenis Usaha Tani
No Desa Luas Areal Jenis Usaha Tani
1 Simpang 72 Padi
2 Mekarmulya 349 Padi
3 Kubang 425 Padi dan Palawija
4 Cilongsong 96 Palawija
Total 942 -
Sumber: Hasil survey, responden Mantri Cai dn GP3A

3.2.2 Tingkat Pendapatan Usaha Tani
Petani dengan segala keterbatasannya adalah konsekuensi dari pilihan hidup yang mesti terus dijalani. Hasil yang diperoleh dari jerh payah petani hanya cukup untuk bertahan hidup dan sedikit alokasi biaya untu operasional musim tanam selanjutnya, tetapi tidak jarang juga petani selalu terjerat hutang untuk biaya operasional tanam kepada pihak-pihak yang selalu memanfaatkan kelemahan mereka. Untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha tani, dapat dilihat pada lembar lampiran.


3.2.3 Potensi Sumber Daya Lokal dan Peluang Usaha Ekonomi Produktif
Potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat sekitar daerah irigasi nagrog sangatlah melimpah. Kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk melakukan berbagai pengembangan usaha pertanian. Untuk itu sektor ini sangat menjanjikan jika digunakan sebagai salah satu peluang usaha produktif. Potensi sumber daya lokal dan peluang usaha ekonomi dapat diupayakan dengan system:
 Intensifikasi, melakukan peningkatan hasil pertanian dengan tidak menambah jumlah areal tetapi melakukan pemilihan bibit unggul serta proses pemupukan yang baik dan benar.
 Ekstensifikasi, melakukan produktifitas hasil pertanian dengan menambah jumlah area, hal ini dimunginkan untuk daerah irigasi Nagrog.
 Diversifikasi, melakukan pengembangan usaha pertanian.

3.2.4 Struktur Mata Pencaharian Petani
Untuk masyarakat yang bergantung kepada hasil pertanian sebanyak 60%, pedagang yang memanfaatkan airi irigasi sekitar 20 %, buruh tani 15 % dan sisanya jasa serta buruh pabrik.
Kekuatan Potensi Lokal Daerah Irigasi Nagrog
1. Sumber daya manusia yang ulet dan pekerja keras.
2. Jika dilihat dari data topografi, di sekitar daerah irigasi Nagrog adalah dataran tinggi/pegunungan dan banyak juga terdapat tanah perkebunan rakyat, sumber daya tersebntu berpotensi untuk dijadikan lahan hutan industri. Daerah hulu yang debit airnya besar.
3. Daerah hulu yang ketersediaan airna melimpah didukun sarana kolam ikan yang sudah ada sangat berpotensi menjadi sentra peternakan ikan.
4. Dll

Kelemahan
1. SDM yang tidak terlatih.
2. Pemasaran yang terbatas.
3. Sarana pertanian yang tidak memadai.
4. sulit mengakses dinas yang terkait.
























BAB IV
Profil Teknis

4.1 Data Umum
Daerah Irigasi Nagrog terletak di Kecamatan Pasir Kuda. Lokasi Daerah Irigasi Nagrog berjarak 90 km dari Ibukota Kabupaten Cianjur. Debit air irigasi Nagrog mampu mengairi 942 Ha dan memiliki panjang saluran 9,3 km, serta berada di hulu sungai Cilumut.
Tabel 4.1: Luas Sawah Berdasarkan Jenis Pengairannya
No Jenis Pengairan Luas (Ha)
1 Irigasi Teknis 442
2 Irigasi 1/2 Teknis 555
3 Irigasi Sederhana 3036
4 Irigasi Non Teknis 1244
5 Tadah Hujan 1627
Total 6,904
Sumber: BPS, Cianjur dalam angka Tahun 2008
Dari tabel jenis pengairan di atas, terdapat luasan 71,50 Ha sawah yang terdiri dari irigasi teknis dengan lokasi di Desa Simpang, serta terdapat luasan 870,50 Ha sawah yang terairi oleh irigasi setengah teknis yang berlokasi di Desa Mekarmulya, Kubang, Cilongsong dan Desa Padaluyu.



Tabel 4.2: Luas Sawah Berdasarkan Jenis Pengairannya
Musim Tanam Debit (liter/detik) Keterangan
I >1000 Luber di Saluran Induk, rawan longsor (erosi)
II Antara 500-1000
III <500
Sumber, Hasil Survey, Responden Juru Pengairan
4.2 Irigasi Nagrog
Saluran irigasi Nagrog mengairi 5 Desa, yaitu: Desa Simpang, Desa Mekarmulya, Desa Kubang, Desa Cilongsong dan Desa Padaluyu.
Tabel 4.3: Luas Areal yang Terairi Irigasi Nagrog
No Desa Luas (Ha) Keterangan
1 Simpang 72
2 Mekarmulya 349
3 Kubang 425
4 Cilongsong dan Padaluyu 96
Sumber: Juru Pengairan/mantri cai DI. Nagrog
Tabel 4: Kondisi Bangunan Irigasi
No Jenis Bangunan Jumlah Kondisi
1 Bendung 1 Rusak
2 Bendung Sadap 27 60% Rusak
3 Bangunan Bagi Sadap 2
4 Oncoran 18
5 Bangunan Got Miring 4 3 baik, 1 Rusak
6 Bangunan Talang 6 Baik
7 Bangunan Ukur 3 Rusak
8 Gorong-gorong Pembawa 8 2 Rusak
9 Bangunan Tertutup 12 2 Rusak
10 Pelimpah/Penguras 2 Rusak Berat
Sumber: Hasil Survey Penelusuran Jaringan Tahun 2009
Saluran irigasi terletak pada daerah curam (lamping: bahasa sunda), kondisi alam tersebut sangat rawan. Maka, di samping pemeliharaan, pembangunan dan perbaikan gorong-gorong tertutup, lining dan kirmirpun harus segera dilaksanakan untuk mengantisipasi bencana longsor, tanggul jebol dan pohon tumbang.
1.1 Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan (OP)
Pelaksanaan Operasional Pemeliharaan jaringan irigasi Nagrog dilaksanakan secara berkala, khususnya untuk kegiatan galian lumpur sebagai akibat sedimentasi, Babadan rumput di sekitar tanggul sungai. Sedangkan untuk penanganan Bencana seperti: longsor, pohon tumbang dan tanggul jebol) tidak berkala.
1.2 Sumber Pembiayaan
Sumber dana pelaksanaan OP lebih banyak di danai oleh pihak pemerintah lewat APBD, tetapi tidak sedikit kontribusi lembaga GP3A dengan alokasi dana dari IPAIR juga dapat membantu kegiatan OP. Faktanya, dana IPAIR yang terkumpul selalu habis untuk digunakan sebagai operasional pemeliharaan, dikarenakan bencana alam yang selalu datang terutama di musim penghujan, banyak titik-titik yang rawan longosr mengalam kerusakan dan penyumbatan saluran sebagai akibat dari longsor dan pohon-pohon yang tumbang. Untuk OP di tingkat tersier masih rendah, bisa dikatakan OP ditingkat tersier tidak pernah dilakukan dikarenakan P3A yang bersangkutan secara kelembagaan pun belum mapan apalagi untuk menyusun rencana dan melaksanakan. Faktanya, unit-unit yang ada masih bergantung penuh kepada lembaga P3A.



BAB V
PROFIL KELEMBAGAAN

5.1 Nama Lembaga
Kelembagaan yang ada di Daerah Irigasi Nagrog di Kecamatan Pasir Kuda, adalah:
1. GP3A Sauyunan (sudah berbadan hukum)
2. P3A Saluyu (belum berbadan hukum) berlokasi di daerah Hulu, tepatnya di Kampung Cinagrog Desa Mekarmulya berdekatan dengan lokasi Sekretariat GP3A.
3. P3A Gotongroyong (belum berbadan hukum) berlokasi di daerah Hilir.
Pada tahun 2008 sebenarnya P3A gotongroyong dan P3A saluyu direkomendasikan untuk berbadan hukum, dikarenakan terjadi salah persepsi dari pihak GP3A dan Pihak KACADIN sehingga proses badan hukum ke-dua P3A tersebut terhambat.

5.2 Pengurus Lembaga GP3A/P3A
GP3A Sauyunan sejak tanggal 29 Juli 2007 telah terjadi pergantian kepengurusan yang dilakukan di Balai Desa Mekarmulya dengan hasil perubahan posisi Sekretaris, Bendahara, Bdan Pengawas dan Humas. Pergantian dilakukan berdasarkan petimbangan keaktifan dan kesibukan para pengurus yang diganti.
SUSUNAN PENGURUS GP3A SAUYUNAN
Ketua : H. Kosim
Wk.Ketua : Handi
Sekretaris : Suryana
Bendahara : Amar
Badan Pengawas : Burhan, Kamal
Seksi Pembangunan : A. Dagwan
Seksi Humas : Ade Robana, Bana
Anggota : 1. H. Rojak
2. Ihin
3. Odo
4. Yayat
5. H. Hilman
6. Yahya
7. Holid
Pemilihan pengurus dan anggota GP3A Sauyunan dipilih dari hasil proses demokrasi. Pengurus yang terpilih tersebut adalah sebagai bukti keterwakilan pengurus/anggota dari lembaga P3A dan Blok yang ada di wiliayah Daerah Irigasi Nagrog.
SUSUNAN PENGURUS P3A SALUYU dan Para Ketua Blok

Ketua : H. Hilman
Wk.Ketua : H. Rojak
Sekretaris : Ade
Bendahara : Suryana
Sek. Pel. Tek : A. Rustandi
Ketua Blok
1. Kp. Cinagrg : H. Hilman
2. Kp. Rancagoong : Yahya
3. Kp. Pasir Luhur : Didin
4. Kp. Sukarame : Suryana
5. Kp. Cinangka : H. Rojak

SUSUNAN PENGURUS P3A GOTONGROYONG HILIR
dan Para Ketua Blok
Ketua : Yayat
Wk. Ketua : Amar
Sekretaris : Janud
Bendahara : Tajid
Sek.Pel.Tek : Amud Rosid
Ketua Blok
1. Kp. Jati : Ikin
2. Kp. Panglayungan : Odo
3. Kp. Pasir Laranga : Amar
4. Kp. Cigambir : Yayat
Pemilihan pengurus dan anggota P3A Sauyunan dipilih dari hasil proses demokrasi. Pengurus yang terpilih tersebut adalah sebagai bukti keterwakilan pengurus/anggota Blok yang ada di wiliayah P3A Gotongroyong Hilir.
STRUKTUR ORGANISASI GP3A









Gambar 5.1: Struktur Organisasi GP3A
5.3 Keanggotaan
Lembaga GP3A/P3A adalah sebuah organisasi petani yang dibentuk berdasarkan dari, oleh dan untuk petani. Hadirnya lembaga tersebut adalah sebuah keniscayaan bagi petani, sebab, petani dan hasil taninya adalah tulang punggung bagi kelangsungan hidup manusia.
Untuk mendukung lembaga tersebut agar tetap tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Maka, sangat diperlukan sebanyak mungkin anggota petani. Adapun keanggotaan dari lembaga GP3A/P3A adalah sebagai berikut:
1. Unit P3A;
2. Pemilik Sawah;
3. Pemilik Penggarap;
4. Penggarap/penyekap;
5. Pemilik Kolam yang mendapat air irigasi;
6. Badan Usaha yang mengusahakan sawah atau kolam;
7. Pemakai air lainnya.

5.4 Luas Wilayah Kerja
1. P3A Mitra Cai Saluyu : 546 Ha;
2. P3A Mitra Cai Gotongroyong : 396 Ha.
5.5 Jumlah Anggota Berdasarkan Kelompok/Blok
Table 2.1: Jumlah Anggota Berdasarkan Kelompok/Blok
Nama P3A Nama Blok Ketua Jumlah Anggota Keterangan
Saluyu Cinagrog H. Hilman 60
Rancaagoong H. Badru 70
Pasir Luhur Didin 40
Sukarame Suryana 70
Cinangka H. Rozak 60
Gotong Royong Pasir Larangan Ajid 60
Bojongtangkil Ikin 70
Panglayungan Janud 60
Cigambir Yayat 70

5.6 Rencana Kerja
Rencana kerja GP3A/P3A terbagi 5 (lima) kegiatan utama, yaitu:
1. Pengkatan Kelembagaan;
2. Peningkatan Kemampuan Anggota;
3. Pemeliharaan Jaringan;
4. Pengembangan Usaha;
5. Monitoring Evaluasi.

5.7 Pemberdayaan Organisasi P3A/GP3A
Dalam mensukseskan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A, pendamping tidak terlepas pada empat prinsip pemberdayaan, yaitu: prinsip kesetaraan, partisipasi, kemandirian dan keberlanjutan. Dalam prakteknya, pendamping berusaha memulainya dengan apa yang masyarakat miliki, kemampuan pengetahuan yang ada serta tidak secara sporadis memaksakan masyarakat petani untuk mengejar target untuk mencapai kemajuan yang sangat cepat tanpa memperhitungkan kemampuannya.
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan organisasi P3A/GP3A memerlukan strategi yang tepat, karena kesalahan dalam menangkap permasalahan, mengakibatkan kesalahan dalam menentukan cara pemecahannya. Apabila ini terjadi, maka program pemberdayaan tidak berjalan efektif, mubazir dan yang lebih buruk adalah terciptanya masyarakat yang selalu bergantung dari bantuan pemerintah.

5.8 Kinerja Organisasi P3A/GP3A
Daerah irigasi Nagrog adalah daerah yang sering tersentuh proyek. Faktanya, kondisi masyarakat sudah tidak lagi mencerminkan kondisi asli sebagaimana saat mereka belum memperoleh fasilitas dan interaksi dengan pihak luar. Masyarakat petani yang sudah terbiasa dengan proyek bantuan, semakin “siap” dalam menerima kunjungan maupun menyediakan jawaban yang tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya atas pertanyaan yang ditujukan kepada mereka.Bias proyek juga kerap mengakibatkan dilema antara target proyek yang harus selesai dalam jangka waktu tertentu dengan implementasi strategi pemberdayaan yang memerlukan waktu relatif lama.
Pada akhirnya, kondisi tersebut sangat mempengaruhi kinerja organisasi P3A/GP3A, kewajiban anggota pengurus terhadap iuran semakin rendah dan aktivitas anggota pengurus seolah terbius oleh seringnya proyek yang turun, sehingga keaktifan anggota/pengurus diukur oleh seberapa besar materi yang akan mereka dapatkan. Ironis memang, tetapi seperti itulah faktanya.




BAB VI
ANALSISI DAN REKOMENDASI


6.1 Analisis
Jika dilihat perkembangan organisasi P3A/GP3A dari tahun 2006 sampai dengan 2009, maka akan terlihat perkembangan yang begitu pesat. Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai salah satunya adalah petani perkumpulan pemakai air dapat merencanakan, melaksanakan dan mengawasi serta mengevaluasi setiap pelaksanaan kontruksi partisipatif. Kontribusi petani terhadap pemeliharaan dan pembangunan saluran pun sangat baik, itu terlihat ketika setiap para petani melakukan swadaya bergotong-royong dengan jumlah hampir 500 orang petani, dan itu tidak bisa dilihat ditempat-tempat yang lain. Kemungkinan besar itu hanya ada di perkumpulan petani pemakai air Daerah Irigasi Nagrog. Perkumpulan petani pemakai air pun tidak terlepas dari binaan dan arahan Kacadin wilayah VII, pendamping menyaksikan sendiri, begitu harmonis dan sinergis dalam setiap kegiatan, hampir tidak ditemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Sudah menjadi konsekuensi logis, apapun bentuknya setiap kegiatan/program akan selalu ditemukan sisi positif dan sisi negatifnya. Pendamping menangkap ada sedikit kecenderungan perubahan ke arah yang negatif, seperti menurunnya IPAIR dikarenakan terlalu seringnya mendapatkan kontruksi partisipatif, kesenjangan sosial bagi kelompok masyarakat yang tidak diikutsertakan dalam kegiatan kontruksi partisipatif, dan semakin mencoloknya kinerja aparatur ketika ada bantuan konstruksi partisipatif, maka kinerja aparatur sangat intens datang ke lapangan dan berkunjung ke rumah petani. Sisi negatif yang lainnya adalah waktu untuk melakukan pemberdayaan menjadi sempit atau nyaris tidak pernah ada dikarenakan terlalu terfokus pada pelaksanaan kegiatan konstruksi partisipatif.

6.2 Rekomendasi
1. Pelaksanaan kontruksi partispatif diharapkan tidak bersamaan waktunya dengan kegiatan pemberdayaan penguatan kelembagan P3A/GP3A;
2. Diharapkan tidak adanya penilaian diskriminatif antara P3A dan GP3A dari pihak manapun;
3. Diharapkan semakin banyak pemberdayaan ekonomi keluarga buruh tani.




















BAB VII
PENUTUP


7.1 Kesimpulan
Seperti yang sudah saya jelaskan, bahwa penyusunan PSETK dimaksudkan untuk menyediakan data sebagai informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi teknis dan kelembagaan di suatu daerah irigasi. Tujuannya sangat jelas, yaitu untuk membantu Lembaga Pengelola Irigasi (LPI) dalam merencanakan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif, sebagai outputnya organisasi P3A/GP3A/IP3A mampu melakukan efektifitas saluran air, penguatan lembaga yang lebih mandiri, peningkatan produktivitas hasil pertanian serta pengembangan usaha pertanian.
Sebagai orang luar, saya sering terjebak dalam “bias”. Kami mengalami bias apabila memiliki prasangka atau asumsi tertentu yang sedemikian kuat sehingga menjadi sebuah “kebenaran” dalam perspektif saya. Beberapa macam bias yang sering saya alami dan saya temukan ketika berada di lapangan, yaitu:
1. Bias Ruang
Karena berbagai alasan seperti jalanan rusak atau berlumpur, kenyamanan tempat tinggal, biaya transportasi, waktu dan sebagainya, banyak kegiatan pemberdayaan memilih lokasi yang mudah dituju;
2. Bias Proyek
Daerah irigasi Nagrog sering tersentuh oleh proyek. Padahal kondisi masyarakat yang telah tersentuh oleh proyek sering tidak mencerminkan kondisi asli sebagaimana saat mereka belum memperoleh fasilitas dan interaksi dengan orang luar. Masyarakat petani yang sudah terbiasa dengan proyek bantuan, semakin siap menerima kunjungan maupun menyediakan jawaban yang tidak mencerminkan kondisisesungguhnya atas pertanyaan yang diajukan kepada mereka. Bias proyek juga kerap mengakibatkan dilema antara target proyek yang harus selesai dalam jangka waktu tertentu dengan implementasi strategi pemberdayaan yang memerlukan waktu relatif lama.
3. Bias Kepentingan
Tak jarang pendamping dihadapkan pada dua kepentingan yang saling berseberangan, yaitu kepentingan instansi (lembaga yang memberi tugas mendampingi atau memfasilitasi) dan kepentingan masyarakat. Jika terjebak dalam situasi demikian, pendamping sering kali lebih memilih mendahulukan kepentingan lembaga dari pada kepentingan masyarakat.
4. Bias Belas Kasihan
Pendamping juga sering terjebak pada rasa belas kasihan kepada petani tak berdaya. Pendamping cenderung memberikan bantuan secara karikatif (charity) seperti yang dikehendaki masyarakat tanpa memperhatikan kesiapan sang penerima bantuan.
5. Bias Kelompok Sasaran
Kemanakah masyarakat petani miskin ketika pendamping, peninjau, peneliti atau lembaga pemberdayaan masyarakat datang berkunjung? Bagi mereka tidak termasuk rombongan penyambut. Mereka menyembunyikan diri atau asyik bekerja memenuhi kebutuhan. Sementara para penyambut rombongan adalah mereka yang biasanya mempunyai kedudukan, mapan dalam status sosial ekonomi, dan bisa berbahasa Indonesia sehingga kepercayaan dirinya besar. Umumnya kelompok seperti ini yang justru menjadi sasaran pemberdayaan, dengan alasan mudah diajak kompromi dan berkomunikasi. Para peninjau pun tak terlepas dari bias kelompok sasaran dalam bentuk lain. Misalnya, mendahulukan kaum laki-laki daripada perempuan, mendahulukan yang sehat daripada yang sakit, mendahulukan para penerima gagasan baru daripada yang emnolak, atau mendahulukan kelompok yang aktif dan hidup.
6. Bias Musim
Pendamping sering memilih waktu musim kemarau untuk mengumpulkan data. Padahal pada musim kemarau, umumnya panen baru selesai dan pesta baru diselenggarakan. Sedangkan pada musim penghujan, musim dimana pendamping enggan datang, justru lebih menggambarkan keadaan tak berdaya masyarakat petani. Ini terlihat dari kondisi banjir, terputusnya jalur komunikasi dan transportasi, bibit tanaman banyak yang mati dan sebagainya.
7. Bias Diplomatis
Pada proses pendampingan, pendamping lebih banyak mengutamakan perasaan nyaman, tidak menyinggung, sopan santun dan malu-malu daripada mengemukakan pendapat yang sebenarnya.
8. Bias Profesi
Pendamping mengukur dan memahami permasalahan berdasar kriteria yang mereka tetapkan sebagai standar keilmuan yang dimiliki dari pada menangkap kenyataan faktual, sekalipun itu berada di luar keilmuannya.

7.2 Saran
Pendamping sangat berharap, semoga penyusunan Profil Sosio Ekonomi Teknis Dan Kelembagan (PSETK) DI Nagrog tahun 2009 ini, dapat memberikan manfaat sekaligus dapat menjadi masukan yang berarti untuk Lembaga Pengelola Irigasi (LPI).
Pendamping sangat berharap kepada semua pihak untuk tetap semangat dan konsisten dalam memberdayakan petani khususnya danmasyarakat pada umumnya, tidak hanya dalam hal kesejahteraannya saja, akan tetapi benar-benar memberdayakan petani dengan menstimulasi semangatnya dalam menumbuhkan kembali kearifan budaya lokal (indigenous wisdom)
Demikianlah data dan informasi yang dapat kami kumpulkan. Pendamping senantiasa berusaha semaksimal mungkin memberikan data dan fakta di lapangan dengan yang sebenar-benarnya.

Selasa, 01 Desember 2009

puisi

ketika kehidupan telah menjadi buih
haruskah kata-kata dijadikan senjata
ataukah diam yang harus dipertontonkan
sedangkan segala tindakan telah dianggap gila