Minggu, 24 Januari 2010

Hak Guna Air untuk Irigasi, Hak Guna Pakai Air dan Hak Guna Usaha Air

Hak guna air untuk irigasi berupa hak guna pakai air untuk irigasi dan hak guna usaha air untuk irigasi.

Penjelasan:
Hak guna air adalah hak yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai, badan hukum, badan sosial, perorangan dan pemakai air irigasi lainnya untuk memakai air irigasi

HAK GUNA PAKAI AIR
1. Hak guna pakai air diberikan untuk pertanian rakyat
2. Hak guna pakai air memerlukan izin dalam hal:
a.......... nanti dilanjut.

Sabtu, 23 Januari 2010

Tahapan kegiatan pendampingan

1. Pengadaan
Program kegiatan pendampingan dikelola oleh BAPPEDA Provinsi dan atau BAPPEDA Kabupaten sesuai dengan kewenangan dan kesepngan dikelola oleh BAPPEDA Provinsi dan atau BAPPEDA Kabupaten sesuai dengan kewenangan dan kesepakatan bersama. Prioritas pengadaan TPM dan KTPM diselenggarakan di Kabupaten atau dapat diselenggarakan di Provinsi sesuai kesepakatan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
• Sesuai dengan kebutuhan P3A/GP3A/IP3A
• Seleksi secara kompetitif
• Transparan, dapat dipertanggungjawabkan, dan demokratis.
• Penempatan KTPM di tingkat Kabupaten, sedangkan TPM di tingkat Daerah Irigasi (DI).
• Jumalh

nantii dilanjut.......

METODE DAN STARTEGI PENDAMPINGAN

Metode yang dikembangkan dalam program pendampingan antara lain adalah:
1. Koordinasi dialogis dengan pendekatan andragogi (pembelajaran untuk orang dewasa) koordinasi diselenggarakan melalui komunikasi dialogis dengan mengedepankan pertukaran ide, pikiran, dan gagasan secara demokratis berdasarkan prinsip pembelajaran untuk orang dewasa.
2. Partisipatif melalui model diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif sehingga tercapai suasana demokratis dan kesetaraan sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk mengatasi permasalahannya.
3. Demokratis, keterbukaan dan bertanggungjawab.
4. Pendekatan Sosio-Teknis dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, memperhatikan aspek soaial dan teknik yang sudah berlaku dan dilaksanakan masyarakat setempat.
5. Pendekatan Budaya Lokal dan Lingkungan. Dalam proses pemberdayaan petani dipertimbangkan aspek lingkungan dan budaya lokal termasuk social budaya yang ada pada lokasi setempat.
Strategi pendampingan yang dikembangkan adalah:
1. Perencanaan berdasarkan program kerja bersama.
2. Optimalisasi potensi sumber daya lokal dengan memanfaatkan TTG (Teknologi Tepat Guna).
3. Pengembangan inisiatif dan motivasi masyarakat petani pemakai air.
4. Pengembangan hubungan kerjasama dan kemitraan dengan kelembagaan terkait lainnya.
5. Pengembangan control terhadap penyelenggaraan kegiatan PPSIP.
6. Optimalisasi koordinasi dan komunikasi secara dialogis dengan berbagai pihak dalam pencarian alternative pemecahan masalah.

TUJUAN PENDAMPINGAN

Secara umum tujuan pendampingan untuk pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A antara lain adalah:
1. Memperkuat organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam pembentukan, pengembangan, dan penataan organisasi secara partispatif dan demokratis sesuai pilihan dan kebutuhannya.
2. Membangun mekanisme pengambilan keputusan secara partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumber daya kelompok termasuk penyusunan program kerja bersama.
3. Meningkatkan kemampuan teknis, kelembagaan dan ekonomi organisasi P3A/GP3A/IP3A serta pengembangan berbadan hokum.
4. Meningkatkan motivasi dan kemampuan dalam penyusunan DPI berdasarkan AKNPI, termasuk di dalamnya AKNOP jaringan irigasi.
5. Menumbuhkembangkan partisipasi organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam PPSIP di jaringan utama (Primer dan Sekunder).
6. Meningkatkan peran serta aparat, tokoj masyarakat, tokoh agama dan kader-kader pertanian beririgasi dalam menunjang kegiatan PPSIP.
7. Membangun jaringan suaha atau hubungan kemitraan dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Komisi Irigasi, KPL, dan Kelembagaan lainnya.

PRINSIP-PRINSIP PROGRAM PENDAMPINGAN

1. Prinsip Spasial Lokal
Penguasaan dan pemahaman terhadap ruang, kondisi dan bahasa local dalam pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A apda suatu daerah irigasi.
2. Prinsip Berkelompok
Kelompok tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat petani pemakai air (P3A) yang memiliki kepentingan sama terhadap kebutuhan air irigasi dalam wadah P3A/GP3A/IP3A. selain dengan anggota organisasinya sendiri, kerjasama juga dikembangkan dengan kelembagaan dan mitra kerja lainnya dalam rangka PPSIP atas dasar kesetaraan, dialogis dan demokratis.
3. Prinsip Keberlanjutan
Seluruh kegiatan penumbuhan dan pengembangan diorientasikan pada terciptanya system dan mekanisme yang mendukung pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang memiliki potensi untuk berlanjut dikemudian hari.
4. Prinsip Kemandirian
Masyarakat diberi motivasi dan didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri, termasuk pengambilan keputusan dan tidak selalu tergantung pada bantuan dari luar.
5. Prinsip Belajar Menemukan Sendiri
Masyarakat petani pemakai air tumbuh dan berkembang atas dasar kemauan, motivasi dan kemampuannya untuk belajar menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang akan dikembangkan dalam kegiatan pengelolaan irigasi.

KONSEP PENDAMPINGAN

Pendampingan dapat dipahami sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping yang berperan sebagai fasilitator, komunikator, motivator dan dinamisator. Pendampingan pada dasarnya merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik.
Selain itu diarahkan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan secara partisipatif.
Dalam konteks pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A, kegiatan pendampingan merupakan aktivitas untuk memfasilitasi petani dalam proses pembelajaran bersama-sama sehingga terwujud kemampuan pengambilan keputusan dalam PPSIP. Perubahan perilaku masyarakat untuk mandiri, mampu dalam pengambilan keputusan dan kreatif dalam mengembangkan UEP meruapakan focus program pendampingan. Tenaga pendamping sifatnya sementara sehingga perlu dilahirkan kader pendamping dari masyarakat setempat guna keberlanjutan pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A

LEGALISASI BERBADAN HUKUM

Pemberdayaan aspek legalisasi berbadan hokum merupakan kegiatan upaya penguatan P3A/GP3A/IP3A berbadan hokum secara demokratis sebagai badan yang otonom dan mempunyai hak untuk memperoleh hak guna pakai air untuk irigasi, serta memperkuat posisi tawar dengan kelembagaan lainnya dalam upaya kerjasama. Penguatan legalisasi berbadan hokum yang diharapkan tercapai sekurang-kurangnya dalam hal organisasi P3A/GP3A/IP3A:
1. Mempunyai badan hukum sesuai pilihan dan kebutuhannya serta peraturan perundang-undangan.
2. Mempunyai NPWP.
3. Mempunyai rekening Bank.
4. Mempunyai kemampuan pengembangan UEP berbasis air sesuai dengan potensi sumberdaya lokal dan TTG.
5. Mempunyai hubungan kerja dengan pihak luar.

PEMBERDAYAAN ASPEK EKONOMI

Pemberdayaan aspek ekonomi merupakan kegiatan upaya penguatan dan peningkatan kemampuan ekonomi organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam mewujudkan peningkatan IPI dan pengembangan UEP secara mandiri. Kemampuan ekonomi yang diharapkan tercapai sekurang-kurangnya dalam hal:
1. Menghimpun IPI 50% dari AKNOP jaringan tersier, serta memiliki kemampuan partisipasi pada jaringan primer dan sekunder.
2. Menggerakkan anggotanya di atas 70 % untuk member kontribusi iuran pengelolaan irigasi.
3. Memiliki UEP yang mandiri dan diberi kepercayaan atau diakui pihak lain untuk memungkinkan dalam mengakses keberbagai lembaga pembiayaan (misalnya untuk berhubungan dengan Bank) dalam bantuan permodalan yang hasil keuntungannya dapat menambah kas organisasi.

Jumat, 22 Januari 2010

PEMBERDAYAAN ASPEK TEKNIS

Pemberdayaan aspek teknis merupakan kegiatan upaya penguatan dan peningkatan kemampuan P3A/GP3A/IP3A dalam kegiatan operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi serta teknis berusaha tani. Kemampuan teknis yang diharapkan tercapai sekurang-kurangnya dalam hal:
1. Memiliki jaringan irigasi yang terpelihara dan berfungsi baik.
2. Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan rencana Pembagian Air setiap tahun.
3. Dapat member rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air.
4. Dapat memecahkan masalah, menekan/memerdekakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar.
5. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dapat berpartisipasi pada kegiatan PPSIP jaringan primer dan sekunder dan dapat melakukan berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan tanpa alat-alat berat, dan hasil keuntungannya dapat menambah kas organisasi.
6. Meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang optimal dengan pengaturan air yang effisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi).
7. Memperkecil perbedaan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang optimal melalui pengaturan air yang baik dan efisien.

PEMBERDAYAAN ASPEK KELEMBAGAAN

Pemberdayaan aspek kelembagaan merupakan kegiatan upaya penguatan dan peningkatan kemampuan P3A/GP3A/IP3A dalam mewujudkan tertib administrasi, aktifitas pengurus, dan anggota, manajemen konflik, serta hubungan kerja dengan kelembagaan lain. Kemampuan kelembagaan yang diharapkan tercapai sekurang-kurangnya dalam hal:
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
2. Status berbadan hokum dengan surat keputusan Bupati/Walikota atau lainnya sesuai kebutuhan.
3. Bank Rekening dan NPWP.
4. Tertib administrasinya (ada peta jaringan irigasi, buku anggota, program kerja dan sebagainya).
5. Keaktifan dalam pertemuan dan kegiatan untuk peningkatan sumber daya manusia maupun organisasi.
6. Kemampuan mengatasi masalah organisasi , mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar.

PENGEMBANGAN ORGANISASI P3A/GP3A/IP3A

Pengembangan organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A dalam PPSIP serta mewujudkan hak guna pakai air untuk irigasi dan peningkatan usaha tani berbasis air irigasi. Tujuan pengembangan diarahkan pada peningkatan kemampuan P3A/GP3A/IP3A pada aspek kelembagaan, teknis, ekonomi dan legalisasi berbadan hukum organisasi secara demokratis sehingga dalam PPSIP. Secara umum kegiatan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A mencakup aspek sebagai berikut:
1. Kelembagaan yang dapat diindikasikan antara lain oleh kemampuan manajerial administrative, aktifitas pengurus dan anggota, manajemen konflik serta hubungan kerja dengan kelembagaan lain.
2. Teknis irigasi diarahkan kepada peningkatan dibidang keirigasian dalam rangkas operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi, serta teknis berusaha tani yang baik.
3. Ekonomi yang diarahkan kepada manajemen keuangan, termasuk IPI dan pengembangan usaha ekonomi sesuai dengan potensi daerahnya.
4. Legalisasi berbdan hokum organisasi secara demokratis sesuai dengan pilihan masyarakat petani pemakai air dan peluang peningkatan kemampuan UEP.
Pengembangan P3A/GP3A/IP3A tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan fasilitas badan hokum organisasi.

TUJUAN PEMBENTUKAN P3A/GP3A/IP3A

1. Meningkatkan koordinasi anggota P3A/GP3A/IP3A yang ada di wilayah kerjanya dalam rangka berpartisipasi pada penyelenggaraan PPSIP.
2. Meningkatkan koordinasi peran serta anggotanya dalam pembagian air irigasi di wilayah kerja P3A/GP3A/IP3A dengan prinsip satu system irigasi satu kesatuan pengelolaan irigasi.
3. Mewakili perkumpulan petani pemakai air apda Komisi Irigasi (Komir) Kabupaten/Kota dan Komisi Irigasi Provinsi.

PEMBENTUKAN ORGANISASI P3A/GP3A/IP3A

Pembentukan organisasi P3A/GP3A/IP3A adalah upaya yang dilakukan oleh petani pemakai air secara demokratis dalam rangka PPSIP di wilayah kerjanya:
A. Tujuan Pembentukan P3A
1. Menyelenggarakan PPSIP pada jaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Peningkatan kemampuan untuk berperan serta dalam PPSIP pada jaringan primer dan sekunder.
3. Menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air untuk tanaman dan bercocok tanam.
4. Sebagai wadah bertemunya petani terutama dalam memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha pertaniannya.
5. Menjadi wakil petani dalam melakukan kerjasama dengan pihak luar termasuk Pemerintah Daerah atau lembaga lain yang berhubungan dengan kepentingan petani.

LINGKUP PEMBERDAYAAN

Lingkup pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A meliputi:
1. Aspek kelembagaan yang dapat diindikasikan antara lain status berbadan hokum organisasi, kemampuan manajerial, keaktifan pengurus dan jumlah anggota yang aktif.
2. Aspek teknis terdiri dari:
a. Aspek teknis irigasi diarahkan kepada peningkatan dan penguasaan keterampilan praktis dibidang keirigasian dalam rangka pembangunan, peningkatan, operasi dan pemeliharaan dan rehabilitasu jaringan irigasi.
b. Aspek teknis pertanian diarahkan kepada pengetahuan tentang kegiatan usaha tani kaitannya dengan ketahanan pangan.
3. Aspek keuangan dan bidang usaha diarahkan kepada manajemen keuangan dan pengembangan usaha ekonomi sesuai dengan potensi daerahnya.

PENDEKATAN PEMBERDAYAAN

Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan irigasi sekurang-kurangnya mengandung 2 (dua) hal pokok sebagai berikut:
1. Penguatan dalam organisasi yang dilakukan secara demokratis hingga memiliki status hokum jelas atau berbadan hokum sesuai dengan kebutuhannya dan mempunyai hak dan tanggung jawab atas pengelolaan irigasi wilayahnya.
2. Memfasilitasi organisasi, mengembangkan kemampuan sendiri dibidang teknis, keuangan, manajerial, administrasi dan organisasi agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan dalam proses dinamis dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan diselenggarakan melalui pendekatan partisipatif dengan memperhatikan:
1. Adanya kemitraan, transparansi, demokrassi, akuntabilitas, stimulasi dan kepastian hokum sesuai dengan kepentingannya;
2. Adanya perencanaan yang baik melalui pendekatan partisipatif, dialogis, berwawasan lingkungan dan berbasis sumber daya dan kearifan lokal;
3. Keadaan sosio-kultural masyarakat yang beragam baik ditinjau dari sudut pandanggeografis, social ekonomi setempat maupun lingkungan.
4. Pemberdayaan dilakukan dengan berorientasi pada pelayanan artinya bahwa pemberdayaan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan P3A/GP3A/IP3A sehingga strategi, metode mau pun materi pemberdayaan disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhannya.

PENDEKATAN PEMBERDAYAAN

Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan irigasi sekurang-kurangnya mengandung 2 (dua) hal pokok sebagai berikut:
1. Penguatan dalam organisasi yang dilakukan secara demokratis hingga memiliki status hokum jelas atau berbadan hokum sesuai dengan kebutuhannya dan mempunyai hak dan tanggung jawab atas pengelolaan irigasi wilayahnya.
2. Memfasilitasi organisasi, mengembangkan kemampuan sendiri dibidang teknis, keuangan, manajerial, administrasi dan organisasi agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan dalam proses dinamis dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan diselenggarakan melalui pendekatan partisipatif dengan memperhatikan:
1. Adanya kemitraan, transparansi, demokrassi, akuntabilitas, stimulasi dan kepastian hokum sesuai dengan kepentingannya;
2. Adanya perencanaan yang baik melalui pendekatan partisipatif, dialogis, berwawasan lingkungan dan berbasis sumber daya dan kearifan lokal;
3. Keadaan sosio-kultural masyarakat yang beragam baik ditinjau dari sudut pandanggeografis, social ekonomi setempat maupun lingkungan.

Kamis, 21 Januari 2010

ISTILAH DALAM JARINGAN IRIGASI

Oleh: Suganda Martaadipura

Bangunan Bagi Sadap :Bangunan bagi yang mempunyai pintu sadap ke petak tersier ( PU – Pengairan).

Bangunan Beton Mutu B2 :Bata Beton pejal yang digunakan untuk konstruksi yang memikul bahan dan bisa digunakan juga untuk konstruksi yang tidak terlindung (untuk konstruksi diluar atap).

Bangunan Kantong Lumpur :Bangunan yang berada di pangkal saluran induk, yang berfungsi untuk menampung dan mengendapkan lumpur, pasir dan kerikil, supaya bahan endapan tersebut tidak terbawa sepanjang saluran di hilirnya.
Bangunan dibilas pada waktu-waktu tertentu (PU-Pengairan).

Bangunan Non Permanen :Bangunan yang konstruksinya darurat dengan dinding/kerangka dari bambu,lantai semen/tanah ,atap genteng/daun dan perlengkapan atas pelaksanaan seadanya

Bangunan Pelengkap :Bangunan yang diperlukan dalam menunjang kelancaran pengaturan air irigasi misalnya jalan inspeksi,jembatan inspeksi rumah jaga, jaringan telepon, dermaga pada jaringan irigasi pasang surut atau rawa, Apabila terdapat saluran-saluran bangunan-bangunan yang berada pada jaringan irigasi, akan tetapi tidak menunjang pengaturan air irigasi, tidak termasuk bangunan pelengkap.

Bangunan Pelengkap Jalan :Bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan-antara lain: jembatan,pontan,overpass dan underpass,tempat parkir gorong-gorong dan tembok pengaman,dan saluran air jalan

Bangunan Ukur Debit :Adalah bangunan ukur yang berfungsi untuk mengukur volume air persatuan waktu (m3/det atau 1/det). jenis bangunan ukur debit yang diinventarisasi adalah : Bangunan Ukur Ambang lebar; Bangunan Ukur Romijin; Bangunan Ukur Crump de Gruyter; Bangunan Ukur Cipoletti; Bangunan Ukur Parshal Flume; Venturi Meter; Bangunan Ukur Thomson; DLL

Bendung Gerak :Adalah bangunan yang sebagian besar konstruksinya terdiri dari pintu yang dapat digerakan untuk mengatur ketinggian muka air di sungai
Bendung Tetap :Adalah bangunan yang dipergunakan untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier, Ditinjau dari bahan yang dipergunakan, maka bendung tetap dapat dibagi menjadi : Bendung tetap permanen (misalnya beronjong dari beton, pasangan batu, beronjong dengan mantel); Bendung tetap semi permanen (Misalnya dari Beton, pasangan batu, beronjong dengan mantel); Bendung tetap tidak Permanen (Misalnya dari kayu, tumpukan batu).

Daerah Irigasi (D.I) :adalah kesatuan wilayah atau hamparan tanah yang mendapatkan air dari satu jaringan irigasi, terdiri dari : Areal (hamparan tanah yang akan diberi air); Bangunan Utama jaringan irigasi (saluran dan bangunannya).
Daerah Pengaliran Sungai :Adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan

Debit :adalah : Debit rencana maksimum dalam periode 1 tahun diambil dari perhitungan perencanaan debit maksimum yang masuk lewat intake dibangunan utama dan dari suplesi; Debit Kenyataan maksimum dalam periode 1 tahun diambil dari pengukuran dilapangan terhadap debit maksimum yang masuk melalui pintu intake dibangunan utama dan dari suplesi. Cara pengukuran debit bisa dilakukan dari perhitungan kecepatan air dengan mempergunakan pelampung.

Gorong-gorong pembawa :Adalah bangunan air yang dibangun ditempat-tempat dimana saluran pembawa lewat di bawah bangunan (jalan, rel kereta api dan lain-lain). Aliran air di gorong-gorong umumnya aliran bebas

Gorong-gorong pembuang :Adalah : bangunan air yang dibangun ditempat-tempat dimana saluran pembuang lewat dibawah bangunan (jalan, rel kereta api dan lain-lain)

Got Miring :Adalah bangunan air yang berfungsi mengalirkan air yang dibuat jika trase saluran melewati medan dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got Miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dan umumnya mengikuti medan alamiah
Jalan Inspeksi :Adalah jalan yang digunakan untuk keperluan operasi dan pemeliharaan jaringan Irigasi

Jalan Irigasi sederhana :jaringan irigasi yang bangunan-bangunan tidak dilengkapi dengan alat pengukur pembagian air dan alat ukur, sehingga air irigasi tidak dapat diatur dan tidak dapat diukur dan umumnya bangunannya mempunyai konstruksi sesuai permanent/tidak permanent. Dalam penentuan tingkatan jaringan irigasi, ditentukan yang tingkatannya paling dominan

Jaringan Irigasi :Adalah saluran bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari :penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi beserta pembuanganya. Disamping itu jalan inspeksi juga merupakan bagiab dari jaringan irigasi.
Jaringan irigasi semi teknis :Adalah jaringan irigasi yang bangunan-bangunan dilengkapi dengan alat pengatur pembagian air irigasi dapat diatur tetapi tetapi tidak dapat diukur.

Jaringan Irigasi Teknis :Adalah jaringan irigasi yang bangunan pengambilan dan bangunan bagi/sadap dilengkapi dengan alat pengatur pembagian air dan alat ukur, sehingga air air irigasi yang dialirkan dapat diatur dan diukur
Jembatan :Adalah bangunan untuk menghubungkan jalan-jalan inspeksi diseberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum atau untuk penyebrangan lalu lintas (Kendaraan, manussia dan hewan)

Kincir Air :Adalah alat untuk menaikkan air sampai elevasi yang diperlukan, dengan kincir yang digerakkan oleh aliran sungai
Lahan Alih Fungsi :Adalah bagian dari luas rencana (Sawah dan belum sawah) yang tidak misalnya berupa: pemukiman, sekolah atau pabrik. Lahan Alih fungsi terdiri dari : Alih fungsi dari sawah adalah : Bagian dari luas rencana yang berbentuk sawah tetapi telah berubah fungsinya secara permanen, misalnya menjadi permukiman, sekolah, perkantoran, pabrik; Alih Fungsi Dari lahan belum Sawah adalah : Bagian dari luas rencana yang belum berbentuk sawah (misalnya merupakan semak dan tegalan) tetapi telah berubah fungsinya secara permanen, misalnya menjadi permukiman, sekolah, perkantoran, pabrik, dll.

Lahan Dapat dijadikan sawah (belum sawah) :Adalah bagian dari luas potensial yang dapat dijadikan sawah, yang sekarang masih berbentuk hutan semak-semak, padi ladang, dikurangi luas potensial. Pengertian tersebut dilihat dari aspek jaringannya, bukan aspek lahannya

Luas Belum Potensial :bagian dari luas rencana jaringan utamanya (saluran primer dan skunder) belum selesai dibangun atau merupakan sisa dari luas rencana dikurangi luas potensial. (pengertian tersebut dilihat dari aspek jaringannya, bukan aspek lahannya.

Luas Potensial :Adalah bagian dari luas rencana yang jaringan utamanya (saluran primer dan skunder) telah selesai dibangun (Pengertian tersebut dilihat dari aspek jaringannya, bukan aspek lahannya

SISTEM IRIGASI



Sistem Irigasi sudah berada sejak abad 5 di Indonesia. Banyak kerajaan kuno di Indonesia menjadi besar karena memerhatikan produk pertanian. Salah satunya adalah Majapahit yang dianggap sebagai kerajaan bercorak agraris terbesar di Indonesia. Pertanian atau peternakan membutuhkan teknologi sederhana dibandingkan kemaritiman atau kelautan, misalnya. Di Indonesia diperkirakan kegiatan pertanian sudah muncul pada zaman neolitik, yaitu suatu babakan dalam periode prasejarah. Indonesia yang beriklim tropis basah dalam kenyataannya juga masih membutuhkan irigasi. Dengan adanya sistem irigasi yang baik, maka hasil-hasil dari pertanian di Indonesia yang beriklim tropis basah inipun akan menjadi semakin maksimal.

a. PENGERTIAN IRIGASI
Beberapa pengertian irigasi yaitu:
- Irigasi merupakan suatu proses pengaliran air dari sumber air ke sistem pertanian.
- Irigasi adalah proses penambahan air untuk memenuhi kebutuhan lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman (Israelsen & Hansen, 1980)
- Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan tambak (PP 20/2006)
- Tindakan intervensi manusia untuk mengubah agihan air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengelola sebagian atau seluruh jumlah tersebut untuk menaikkan produksi tanaman. (Small & Svendsen, 1992).
Sedangkan menurut PP RI No. 77 tahun 2001 mengenai irigasi, mendefinisikan:
- Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang dimanfaatkan di darat;
- Sumber air adalah wadah atau tempat air baik yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah;
- Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak;
- Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.
- Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya.
- Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.
- Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.
- Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi.
- Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama.
- Penyediaan air irigasi adalah penentuan banyaknya air per satuan waktu dan saat pemberian air yang dapat dipergunakan untuk menunjang pertanian.
- Pembagian air irigasi adalah penyaluran air dalam jaringan utama.
- Pemberian air irigasi adalah alokasi air dari jaringan utama ke petak tersier dan kuaerter.
- Penggunaan air irigasi adalah pemanfaatan air di lahan pertanian.
- Pembuangan/drainase adalah pengaliran kelebihan air irigasi yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
- P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani secara demokratis, termasuk kelembagaan lokal pengelola air irigasi.
- Komisi irigasi adalah lembaga kooordinasi dan komunikasi antara Pemerintah Kabupaten/Kota, P3A tingkat derah irigasi, pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya, dan unsur masyarakat yang berkepentingan dalam pengelolaan irigasi yaitu lembaga swadaya masyarakat, wakil perguruan tinggi, dan wakil pemerhati irigasi lainnya, pada wilayah kerja Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
- Forum koordinasi adalah wadah konsultasi dan komunikasi dari dan antar P3A, petugas Pemerintah Daerah, serta pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya dalam rangka pengelolaan irigasi pada satu atau sebagian daerah irigasi yang jaringan utamanya berfungsi multiguna, serta dibentuk atas dasar kebutuhan dan kepentingan bersama.
- Waduk adalah tempat atau wadah penampungan air di sungai agar dapat digunakan untuk irigasi maupun keperluan lainnya.
- Waduk lapangan atau embung adalah tempat atau wadah penampungan air irigasi pada waktu terjadi surplus air di sungai atau air hujan.
- Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya atau penyediaan jaringan irigasi untuk menambah areal pelayanan.
- Pengelolaan irigasi adalah segala usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi operasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi, dan peningkatan jaringan irigasi.
- Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan pengaturan air dan jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya, termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi agar tetap berfungsi dengan baik.
- Pengamanan jaringan irigasi adalah adalah upaya untuk mencegah dan menanggulani terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh daya rusak air, hewan, atau oleh manusia guna mempertahankan fungsi jaringan irigasi.
- Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
- Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi guna meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi.
- Manajemen aset irigasi adalah kegiatan inventrisasi, audit, perencanaan, pemanfaatan, pengamanan asset irigasi, dan evaluasi.
- Audit pengelolaan irigasi adalah kegiatan pemeriksaan kinerja pengelolaan irigasi yang meliputi aspek organisasi, teknis, dan keuangan, sebagai bahan evaluasi manajemen aset irigasi.
- Pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah dan ataua pejabat pemerintah daerah yang berwenang mengatur, mengendalikan, dan mengawasi penyelenggaraan di bidang irigasi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
- Penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi adalah pelimpahan hak wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah daerah kepada P3A untuk mengatur pengelolaan irigasi dan pembiayaan di wilayah kerjanya.
- Hak guna air irigasi adalah hak yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada P3A, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya untuk memakai air irigasi guna menunjang usaha pokoknya.
- Izin pengambilan air irigasi adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pemegang hak guna air irigasi.
- Kebijakan daerah adalah atura, arahan, acuan, ketentuan, dan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang dituangkan dalam Peraturan daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Daerah Pengaliran Sungai (DPS) adalah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, meyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut, termasuk di bawah cekungan air tanah.
- Pemerintah pusat, selanjutnya pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden dan para menteri.
- Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang sumber daya air.
- Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi sebagai penyelenggara tugas eksekutif di Propinsi.
- Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara tugas eksekutif di Kabupaten/Kota.
- Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.
- Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Sedangkan fungsi irigasi secara umum antara lain:
• memasok kebutuhan air tanaman menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan.
• menurunkan suhu tanah
• mengurangi kerusakan akibat frost
• melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

Abstraksi Sistem Irigasi Sebagai Sistem Pengaliran

b. PENGELOLAAN IRIGASI
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Irigasi
a. Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
b. Irigasi berfungsi mempertahankan dan meningkatkan produkrivitas lahan untuk mencapai hasil pertanian yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya.
c. Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan P3A secara berkesinambungan dan bekelanjutan.
d. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat petani, pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah secara terpadu.
e. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan pengguna di bagian hulu, tengah, dan hilir secara seimbang serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar dapat dicapai pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal.
f. Keberlanjutan sistem irigasi dilaksanakan dengan dukungan keandalan air irigasi dan prasarana irigasi yang baik, guna menunjan peningkatan pendapatan petani dengan mengantisipasi modernisasi pertanian dan diversifikasi usaha tani dengan dukungan penyediaan infrastruktur sesuai kebutuhan.
g. Wujud dukungan keandalan air irigasi yaitu pembangunan waduk dan atau waduk lapangan, pengendalian kualitas air, jaringan drainase yang sepadan, dan pemanfaatan kembali drainase/air pembuangan.
Terdapat beberapa cara pemberian air irigasi, antara lain.
a) Kondisi debit lebih besar dari 70% debit rencana air irigasi dari saluran primer dan sekunder dialirkan secara terus menerus (continous flow) ke petak-petak tersier melalui pintu sadap tersier.
b) Kondisi debit 50-70% dari debit rencana air irigasi dialirkan ke petak-petak tersier dilakukan dengan rotasi. Pelaksanaan rotasi dapat diatur antar saluran sekunder misalnya jaringan irigasi mempunyai 2 (dua) saluran sekunder A dan sekunder B maka rotasi dilakukan selama 3 (tiga) hari air irigasi dialirkan ke sekunder A dan 3 (tiga) berikutnya ke sekunder B demikian seterusnya setiap 3 (tiga) hari dilakukan penggantian sampai suatu saat debitnya kembali normal.
c) Cara pemberian air terputus-putus (intermitten) dilaksanakan dalam rangka efisiensi penggunaan air pada jaringan irigasi yang mempunyai sumber air dari waduk atau dari sistem irigasi pompa, misalnya 1 (satu) minggu air waduk dialirkan ke jaringan irigasi dan 1 (satu) minggu kemudian waduknya ditutup demikian seterusnya sehingga setiap minggu mendapat air dan satu minggu kemudian tidak mendapat air.

Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
Kelembagaan pengelolaan irigasi memiliki unsur-unsur antara lain pemerintah, Pemda, P3A, dan beberapa pihak lain yang kegiatannya berkaitan dengan pengelolaan irigasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menjalin suatu koordinasi yang baik antar lembaga di daerah irigasi dengan jaringan yang bersifat multiguna, maka dapat dibentuk forum koordinasi daerah irigasi. Pembagian wewenang dan tanggung jawab serta mekanisme kerja antar lembaga pengelola irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Sumber: http://air.bappenas.go.id

- Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi
Penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi dari pemda kepada P3A yang berbadan hukum dilakukan secara demokratis dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan sesuai dengan wilayah kerja P3A dilakukan pada tingkat daerah irigasi atau sebagian daerah irigasi dan ditetapkan melalui kesepakatan tertulis tanpa penyerahan kepemilikan aset jaringan irigasi.
- Untuk daerah irigasi yang jaringan irigasinya berfungsi multiguna, penyerahan kewenangan dilaksanakan melalui kesepakatan bersama antara Pemda, P3A, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya. Apabila berdasarkan audit pengelolaan irigasi P3A dinyatakan gagal dalam pengelolaan irigasi yang telah diserahkan, maka pengelolaan irigasi diambil kembali oleh Pemda, yang dituangkan dalam berita acara.

- Pemberdayaan P3A
Dilakukan oleh Pemda melalui penguatan dan peningkatan kemampuan P3A. Pemda atau pihak lain dapat memberikan bantuan dan fasilitas kepada P3A, yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis. Apabila terjadi hambatan dalam kepengurusan P3A sebagai pengelola irigasi, maka Pemda dapat memfasilitasi penyelesaian permasalahan P3A tersebut. Pemda menetapkan Kebijakan Daerah berdasarkan kebijakan nasional sebagai pengaturan lebih lanjut tentang pemberdayaan P3A.

c. Peran serta P3A dalam operasi jaringan irigasi
Dinas yang membidangi irigasi menyusun rencana operasi jaringan irigasi di suatu daerah irigasi, setelah mendapat masukan dari dinas yang membidangi pertanian.
Dalam kegiatan operasi jaringan irigasi dilakukan dengan melibatkan peran serta P3A/GP3A/IP3A diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam operasi jaringan. Dalam rangka mengikutsertakan masyarakat petani pemakai air, P3A/GP3A/IP3A kegiatan perencanaan dan pelaksanaan operasi didapat melalui usulan dari P3A/GP3A/IP3A, dengan proses sebagai berikut :
a) P3A/GP3A/IP3A mengusulkan rencana tanam dan luas areal kepada Dinas yang membidangi irigasi.
b) Dinas yang membidangi irigasi bersamasama Dinas yang membidangi Pertanian menyusun rencana tanam dan luas areal tersebut.
c) Komisi irigasi yang beranggotakan instansi terkait dan wakil perkumpulan petani pemakai air membahas pola dan rencana tata tanam, rencana tahunan penyediaan air irigasi, rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi dan merekomendasikan kepada Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
d) Dinas yang membidangi irigasi, melaksanakan operasi jaringan irigasi atau dapat dilakukan dengan melibatkan peran P3A/GP3A/IP3A untukmelaksanakannya.

d. POLA PENGATURAN AIR IRIGASI
Hak Guna Air Irigasi
- Diberikan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri sesuai dengan kewenangannya pada P3A tingkat daerah air irigasi, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya pada setiap sumber air yang dimanfaatkan.
- Diberikan terutama untuk kepentingan pertanian dengan tetap memperhatikan kepentingan usaha lainnya.
- Diberikan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air pada daerah pelayanan tertentu sekurang-kurangnya 5 tahun dan dapat diperpanjang.
- Diberikan dalam bentuk izin pengambilan air kepada P3A, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya. Pemegang izin pengambilan air dapat menggunakan jaringan irigasi yang telah ada.
- Pengaturan dan penetapan izin pengambilan air irigasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Penyediaan Air Irigasi
Dalam penyediaan air sebagai sumber untuk irigasi, maka dapat digunakan sumber-sumber air seperti sungai, sumur, dan lain-lain. Namun, apabila terjadi kekurangan air dalam kegiatan pemberian air irigasi dapat diupayakan pemanfaatan sumber-sumber air lainnya seperti pemanfaatan air tanah dan pemanfaatan kembali air drainase.
- Pemanfaatan Air Tanah (Conjunctive use)
Air tanah dapat merupakan sumber air utama atau secara terpadu bersama-sama dengan air permukaan memenuhi kebutuhan air irigasi (Conjunctive use). Pengelolaan terpadu dalam penggunaan air permukaan dan air tanah diperlukan terutama pada pemanfaatan air tanah sebagai pengganti air irigasi permukaan pada musim kemarau dan atau sebagai tambahan (suplesi) bagi irigasi air permukaan.
- Pemanfaatan Kembali Air Drainase
Pada daerah-daerah irigasi yang tanahnya sangat porous (berpori) dimana air merembes ke saluran drainase maka air tersebut dapat dimanfaatkan di lahan itu kembali seperti dengan pompanisasi dan gravitasi.
Selain itu, proses penyediaan air irigasi dapat dilakukan dengan cara:
- Diarahkan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang optimal dengan tetap memperhatikan keperluan lainnya.
- Pemda mengusahakan optimalisasi penyediaan air dalam satu daerah irigasi maupun antar daerah irigasi.
- Pemerintah dan Pemda mengupayakan ketersediaan, pengendalian, dan perbaikan mutu air irigasi.
- Perencanaan Tahunan penyediaan air irigasi disusun oleh Komisi Irigasi dan ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya berdasarkan usulan P3A dan pemakai air irigasi dan keperluan lainnya sesuai dengan hak guna air irigasi yang telah ditentukan dan kebutuhan air irigasi yang diperlukan.
- Penyediaan air irigasi berdasarkan Perencanaan Tahunan ditetapkan oleh P3A, dan khusus untuk penyediaan air irigasi yang jaringan irigasinya berfungsi multiguna ditetapkan oleh Pemda.
- Penyediaan air untuk mengatasi kekurangan air pada lahan pertanian tertentu dapat diupayakan dengan pompanisasi sesuai hak guna air yang berlaku serta kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Pompanisasi sebagaimana dilakukan dari air permukaan atau air bawah tanah setelah mendapat izin dari pihak yang berwenang sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
- Pada kondisi ketersediaan air terbatas, Bupati/Walikota atau Gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air bagi para pemegang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan.

Pembagian dan Pemberian Air Irigasi
- Rencana pembagian air pada suatu daerah irigasi ditetapkan setiap tahun oleh P3A.
- Rencana pembagian air untuk jaringan irigasi yang berfungsi multiguna ditetapkan setiap tahun atas dasar musyawarah antara P3A dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya melalui forum koordinasi daerah irigasi.
- Pemberian air irigasi ditetapkan oleh P3A tingkat daerah irigasi sesuai dengan rencana pembagian air berdasarkan prinsip keadilan, keseimbangan, dan musyawarah di antara pihak yang berkepentingan.
- Kelebihan air irigasi di suatu daerah irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan tanaman di luar lahan yang telah ditetapkan dan atau untuk keperluan lainnya setelah mendapat izin dari pejabat yang berwenang.
- Dalam rangka pembagian dan pemberian air secara tepat guna untuk setiap daerah irigasi, P3A menyusun jadwal pemakaian air irigasi dan menginformasikan kepada pemakai air dan pihak terkait lainnya sebelum musim tanam dimulai.
- Apabila diperkirakan debit air irigasi tidak mencukupi kebutuhan, P3A menetapkan prioritas pembagian air irigasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
- Pembagian dan pemberian air tidak mengurangi kewajiban P3A untuk memberikan air irigasi guna keperluan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
- P3A bersama Pemda dapat menetapkan waktu dan bagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan untuk keperluan pemeriksaan dan atau perbaikan.
- Waktu pengeringan dari bagian jaringan irigasi yang akan dikeringkan harus ditentukan secara tepat dan diberitahukan kepada pemakai selambat-lambatnya 2 minggu sebelum pelaksanaan pengeringan. Pengeringan yang lebih lama dari 2 minggu setiap musim hanya dapat dilaksanakan dala keadaan darurat dengan persetujuan P3A.
- Pemberian air irigasi ke petak tersier harus dilakukan melalui bangunan sadap yang telah ditentukan oleh Pemda.
- Untuk pencatatan pembagian dan pemberiang air, bangunan bagi dan bangunan sadap dilengkapi dengan alat pengukur debit dan papan operasi.

Penggunaan Air Irigasi
- Hanya diperkenankan dengan mengambil air dari saluran tersier atau saluran kuarter pada tempat pengambilan yang telah ditetapkan oleh P3A. untuk melaksanakan penyelenggarannya dalam satu daerah irigasi, P3A menunjuk petugas pembagi air.
- Penggunaan air irigasi dalam daerah irigasi untuk tanaman industri harus mendapat persetujuan dari P3A.

Drainase
- Untuk mengatur air irigasi secara baik, yang memenuhi syarat-syarat teknik irigasi dan pertanian maka pada setiap pembangunan jaringan irigasi disertai dengan pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan.
- Air irigasi yang disalurkan kembali ke suatu sumber air melalui jaringan drainase harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencemaran agar memenuhi syarat-syarat kualitas tertentu berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
- P3A dan masyarakat wajib ikut serta menjaga kelangsungan fungsi jaringan drainase dan dilarang mendirikan bangunan ataupun melakukan tindakan lain yang dapat mengganggu fungsi drainase.

Penggunaan langsung Air Irigasi dari Sumber Air.
Setiap pemakai air yang menggunakan langsung air irigasi dari sumber air permukaan dan ataupun sumber air bawah tanah untuk kepentingannya harus mendapat izin dari Pemda sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

e. PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI
- Rencana Induk pengembangan irigasi Propinsi/Kabupaten/Kota disusun berdasar atas rencana pengembangan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah serta memperhatikan kelestarian sumber daya air dan ditetapkan dengan Perda dan juga didasarkan pada kesepakatan bersama antar sector, antar wilayah, antara Pemda, masyarakat, dan petani, serta pihak lain yang berkepentingan.
- Pembangunan jaringan irigasi dilaksanakan berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi.
- Pemerintah dan Pemda memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pembangunan baru jaringan irigasi utama berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat setempat.
- Pembangunan jaringan irigasi menjadi wewenang, tugas, dan tanggung jawab P3A di wilayah kerjanya.
- Pemerintah dan Pemda memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di luar wilayah kerja P3A, berdasarkan kesepakatan dengan P3A dan masyarakat setempat.
- P3A memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan areal irigasi di wilayah kerjanya berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat setempat.
- Pemerintah dan Pemda memfasilitasi pembangunan pengembangan jaringan perluasan areal irigasi berdasarkan kesepakatan dengan P3A dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian.
- Badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya yang memanfaatkan sumber air dan atau jaringan irigasi dapat membangun jaringannya sendiri berdasarkan berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi.
- P3A, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya dapat melaksanakan pembangunan jaringan irigasi untuk keperluannya setelah memperoleh izin pengambilan air dari Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri.

GP3A Sauyunan DI Nagrog


Daerah irigasi Nagrog terletak di Kecamatam Pasir Kuda, lokasinya berjarak 90 km dari ibukota Kabupaten Cianjur. Mengairi 942 Ha dan memiliki panjang saluran 9,3 Hm, serta berada di hulu sungai Cilumut.
Saluran irigasi Nagrog mengairi 942 Ha sawah, yang terbentang dari Desa Simpang, Desa Mekarmulya, Desa Kubang, Desa Cilongsong dan Desa Padaluyu yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tanggeung.
Jika dilihat dari perspektif sejarah (verbal), sebenarnya Daerah Irigasi Nagrog pada awalnya tidak menjadi perhatian penting pemerintah pada saat itu (Belanda), sebab, mengingat kontur tanah dan berbagai aspek lainnya yang sangat tidak mendukung untuk membangun bendung sekaligus membangun sistem irigasi yang efektif di daerah tersebut.
Pembangunan saluran irigasi Nagrog di latarbelakangi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat setempat pada saat itu, untuk tetap bisa bertahan hidup (survive) dengan kemampuan dan potensi yang ada. Uniknya, ternyata masyarakat setempat sudah mampu beridiri sendiri (mandiri) untuk menyusun rencana samapi ke program aksi untuk melaksanakan seluruh kegiatan dengan tidak mengandalkan pihak-pihak di luar mereka. Maka, pada sekitar tahun 1930-1940 atas prakarsa 4 (empat) orang tokoh masyarakat, yaitu Baing fatah, Baing Ucih (kakek buyut Bp. H. Kosim, pada saat ini menjabat ketua GP3A Sauyunan), Baing Apad dan Baing Fiil. Pembangunan saluran irigasi dapat terlaksana walaupun dengan menggunakan peralatan yang sangat konvensional yaitu Bambu, dengan waktu yang relatif cukup lama.
Dengan kegigihan dan motivasi yang kuat dari kakek buyut mereka. Alhasil, Daerah Irigasi Nagrog menjadi pusat perhatian berbagai pihak, terutama pemerintah yang pada saat itu sedang menggalakkan swasembada beras untuk mendukung ketahanan pangan nasional (tahun 1980-an).
Salah satu bentuk perhatian pemerintah pada saat itu, pada tahun 1989 pemerintah membangunan satu bendung du hulu sungai Cilumut. Akan tetapi, pada tahun1987 sebelum pembangunan bendung dilaksanakan, sempat terjadi ketegangan antara masyarakat pengguna air khusunya dari masyarakat petani yang berada di Daerah Irigasi Cilumut-Pasirkerud (debit air yang berkurang). Pada akhirnya, ketegangan di antara masyarakat petani pemakai air dapat terselesaikan, itu semua tidak terlepas dari kesigapan pemerintah pada saat itu yang diwakili dinasi pengairan selaku mediator.
Daerah irigasi Nagrog dengan segala kekurangan dan kelebihannnya, sangat berbeda dengan daerah irigasi lainnya. Salah satunya dapat dilihat dari ide prakarsa atau gagasan pertama yang mengawalinya ditambah lagi sampai saat ini belum ada pembebasan tanah dari pemerintah.

Jumat, 15 Januari 2010

PSETK leuwi bokor 09

PSETK secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambaran informasi atau data mengenai keadaan sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif.

A. Latar Belakang
Perkembangan reformasi kebijakan pengelolaan irigasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi antara lain diarahkan untuk memperkuat Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI). Salah satu KPI yang perlu ditingkatkan kapasitasnya adalah organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A) pada tingkat daerah irigasi. Penguatan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A perlu didasarkan pada perencanaan yang tepat sesuai kebutuhan dan kondisi setempat. Oleh karena itu diperlukan instrumen perencanaan yang dapat memberikan masukan positif dalam rangka program penguatan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju kemandirian pengelolaan irigasi partisipatif.
Instrumen perencanaan dalam konteks kebutuhan program cukup banyak dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat. Salah satu intsrumen yang cukup tepat untuk digunakan dalam rangka program penguatan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A adalah Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK). Pengertian PSETK dalam konteks tersebut secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambaran informasi atau data mengenai keadaan sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka PSETK dimaksudkan untuk menyediakan data atau informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan yang dibutuhkan dalam program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigási.
Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang tepat serta aktual sebagai masukan dalam proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi berdasarkan potensi sumberdaya lokal melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
• Penyusunan profil sosial dan ekonomi, serta mengidentifikasi potensi sumber daya lokal;
• Penyusunan profil teknis pengelolaan irigasi (operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi), termasuk gambaran ketersediaan air, kondisi fisik dan kefungsian jaringan irigasi, serta lahan pertanian beririgasi;
• Penyusunan profil kelembagaan dengan mengidentifikasi kelembagaan lokal yang ada, kebutuhan pembentukan organisasi P3A/GP3A/IP3A dan upaya pengembangannya berdasarkan hasil penelusuran kebutuhan petani; dan
● Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dalam rangka peningkatkan kemampuan organisasi P3A/GP3A/IP3A baik pada aspek teknis, kelembagaan maupun usahatani dan usaha ekonomi produktif.
Pelaksanaan kegiatan PSETK tersebut perlu diselenggarakan secara tepat melalui metode pendekatan tertentu sesuai kebutuhan. Ketidaktepatan metode pendekatan dalam pelaksanaan kegiatan PSETK dapat menyebabkan deviasi (penyimpangan) dalam merumuskan pembuatan program pembentukan, pengembangan, dan penguatan kemampuan organisasi P3A/GP3A/IP3A. Salah satu metode pendekatan yang dipandang cukup tepat dan sesuai adalah Pemahaman Partisipatif Kondisi Perdesaan (PPKDI). Oleh karena itu diperlukan suatu panduan yang dapat memberikan penjelasan, pemahaman, dan langkah-langkah kegiatan yang diperlukan dalam penyusunan PSETK dengan metode PPKDI pada suatu daerah irigasi sehingga diperoleh informasi yang akurat, aktual dan tepat untuk merencanakan suatu program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi.
1. Maksud dan Tujuan
Panduan kegiatan PSETK dengan metode PPKDI untuk pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dimaksudkan sebagai media dalam membantu pemahaman Kelembagaan Pengelola Irigasi dan pelaku kegiatan irigasi lainnya di daerah agar memiliki kemampuan dalam merencanakan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi.
Sedangkan tujuannya adalah untuk :
a. Meningkatkan pemahaman Kelembagaan Pengelola Irigasi dan pengguna lainnya terhadap pelaksanaan kegiatan PSETK dengan PPKDI.
b. Meningkatkan kemampuan Kelembagaan Pengelola Irigasi dan pengguna lainnya dalam mengidentifikasi kebutuhan data, sumber data dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan PSETK melalui metode PPKDI.
c. Meningkatkan kemampuan Kelembagaan Pengelola Irigasi dan pengguna lainnya dalam persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut hasil kegiatan PSETK.
d. Meningkatkan kemampuan Kelembagaan Pengelola Irigasi dan pengguna lainnya dalam merumuskan program kerja pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi.
2. Sasaran
Terselenggaranya penyusunan PSETK dengan metode PPKDI yang dapat menyediakan data dan informasi aktual, akurat secara tepat untuk penyusunan rencana kerja tahunan dan jangka panjang dalam meningkatkan kinerja program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi.
3. Kegunaan
Kegunaan PSETK dengan metode PPKDI secara umum adalah sebagai data dasar penyusunan rencana dan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi, sedangkan kegunaan secara khusus adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan bagi masyarakat petani pemakai air (P3A/GP3A/IP3A) sekurang-kurangnya adalah sebagai dasar pertimbangan dalam :
● Proses perencanaan kegiatan pembentukan/penyegaran (revitalisasi/restrukturisasi/reorganisasi) dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A pada suatu daerah irigasi;
● Penyusunan program kerja pengelolaan irigasi partisipatif dalam wilayah kerjanya bersama Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dan Kelompok Pendamping Lapangan (KPL);
● Pengembangan legalisasi badan hukum organisasi P3A/GP3A/IP3A;
● Kebutuhan pelatihan baik aspek teknis, kelembagaan maupun usahatani dan usaha ekonomi produktif berbasis potensi lokal;
● Penetapan iuran pengelolaan irigasi dan penyusunan Angka Kebutuhan Nyata Pengelolaan Irigasi (AKNPI/AKNOP) dalam wilayah kerjanya;
● Peningkatan pelayanan kebutuhan anggota organisasi P3A/GP3A/ IP3A; dan
● Penyusunan usulan Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) dan Kerjasama Pengelolaan Irigasi (KSP) bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dengan irigasi.
b. Kegunaan bagi Komisi Irigasi sekurang-kurangnya adalah sebagai dasar pertimbangan dalam:
● Penyusunan dan pelaksanaan koordinasi perencanaan pengelolaan irigasi partisipatif dalam menunjang kinerja pembangunan daerah;
● Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi jaringan irigasi;
● Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi, serta rencana tahunan penyediaan air irigasi;
● Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya;
● Memberikan rekomendasi prioritas alokasi Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) yang diusulkan oleh organisasi P3A/GP3A/IP3A pada suatu daerah irigasi;
● Memberikan atas izin alih fungsi lahan beririgasi; dan
● Penyusunan dan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan irigasi partisipatif dan pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A.
c. Kegunaan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dengan irigasi sekurang-kurangnya adalah sebagai dasar pertimbangan dalam:
● Penyusunan rencana strategis pengelolaan irigasi partisipatif dan pemberdayaan organisasi P3A/ GP3A/IP3A;
● Fasilitasi kegiatan pembinaan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A pada suatu daerah irigasi;
● Penyusunan program kerja pengelolaan irigasi partisipatif di tingkat sistem utama (primer dan sekunder);
● Menjaga dan meningkatkan kondisi fisik dan tingkat kefungsian jaringan irigasi;
● Menetapkan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi, serta rencana tahunan penyediaan air irigasi;
● Menetapkan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya;
● Menetapkan Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) yang diusulkan oleh organisasi P3A/GP3A/IP3A pada suatu daerah irigasi
● Fasilitasi kebutuhan pelatihan untuk organisasi P3A/GP3A/IP3A baik aspek teknis, kelembagaan maupun usahatani dan usaha ekonomi produktif berbasis potensi lokal;
● Penetapan penyusunan Angka Kebutuhan Nyata Pengelolaan Irigasi (AKNPI/AKNOP) pada tingkat sistem utama (jaringan primer dan sekunder);
● Peningkatan pelayanan kebutuhan air irigasi bagi organisasi P3A/ GP3A/IP3A; dan
● Penetapan Kerjasama Pengelolaan Irigasi (KSP) bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dengan irigasi;
● Menetapkan izin alih fungsi lahan beririgasi; dan
● Penyusunan dan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan irigasi partisipatif dan pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A.
d. Kegunaan bagi pemangku kepentingan lainnya terkait dengan irigasi sekurang-kurangnya adalah sebagai dasar pertimbangan dalam:
● Memberikan fasilitasi bantuan sesuai kebutuhan organisasi P3A/GP3A/IP3A.
● Membangun hubungan kerjasama berdasarkan kesetaraan dan kemitraan baik dalam kegiatan pengelolaan irigasi maupun pengembangan kelembagaan organisasi P3A/GP3A/IP3A pada suatu daerah irigasi.
4. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan PSETK dengan metode PPKDI antara lain mencakup kegiatan sebagai berikut:
● Identifikasi data dan sumber data;
● Peningkatan pemahaman dan kemampuan penggunaan metode PPKDI dalam pelaksanaan kegiatan PSETK;
● Indentifikasi kebutuhan persiapan kegiatan;
● Pelaksanaan kegiatan PSETK berdasarkan metode PPKDI dengan pendekatan partisipatif melalui penelurusan jaringan bersama: dan
● Perumusan tindak lanjut hasil kegiatan PSETK sebagai dasar perumusan program kerja.

















5. Tahapan Pelaksanaan

Gambar 1. Diagram aliran PSTEK










.
B. Gambaran Umum

1. Profil Umum Daerah Irigasi Leuwi Bokor
Daerah Irigasi Leuwi Bokor merupakan daerah Irigasi di Kabupaten Cianjur yang memanfaatkan sumber air Sungai Cikundul. Daerah Irigasi Leuwi Bokor berasal dari nama Leuwi/daerah cekungan yang cukup dalam pada aliran sungai yang berbentuk seperti Bokor atau piala pada bendung Junghil sehingga Daerah Irigasinya disebut Leuwi Bokor.
Awal mula pembangunan Bendung Irigasi tidak diketahui pasti, tetapi bangunan bendung dibuat sejak jaman Belanda sekitar tahun 1940 dengan 2 Bendung yaitu Bendung Cijagang dan Bendung Junghil. Namun kondisi revolusi antara tahun 1945 hingga tahun 1960 yang menyebabkan masyarakat (termasuk kepala desa) berevakuasi sehingga kondisi bendung yang rusak akibat banjir dan longsor tidak diperbaiki dan terbengkalai.
Dari tahun 1960 Irigasi Cijagang dan Junghil merupakan irigasi desa yang hak pengelolaannya dilaksanakan oleh masing – masing desa, baru kemudian pada tahun 1985 saat beoperasinya Bendungan Cirata yang menenggelamkan hampir seluruh kecamatan Mande dan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur termasuk didalamnya Irigasi desa Lebak Soang Kecamatan Mande, ada keinginan untuk memindahkan Irigasi desa Lebak Soang ke Kecamatan Cikalongkulon yaitu Irigasi desa Junghil.
Tahun 1993 dengan berdasarkan pemindahan Irigasi Desa Lebak Soang maka Bendung Junghil dipindahkan dengan menerobos Bukit Junghil dan membentuk sebuah Leuwi yang dikenal dengan Leuwi Bokor, sejak saat itu di Bendung Junghil yang disatukan dengan Bendung Cijagang dikenal dengan nama Bendung Leuwi Bokor.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 tentang Irigasi yang mengamanatkan penyerahan kewenangan pengelolaan Irigasi kepada lembaga/organisasi petani pemakai air maka untuk Daerah Irigasi Leuwi Bokor yang pada saat itu sudah menjadi Irigasi teknis dibentuklah Organisasi Gabungan Petani Pemakai Air (GP3A/P3A) dengan dibuatnya Akte Pendirian GP3A dengan nama GP3A Mitra Cikundul. Dengan organisasi ini semua kegiatan pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi dilaksanakan langsung oleh GP3A melalui Program Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi (PKPI) hingga tahun 2004.
Perubahan kebijakan pengelolaan Irigasi kembali terjadi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi yang mengisyaratkan bahwa pegelolaan dan pengembangan sistem irigasi pada blok Primer dan Sekunder harus melalui sebuah kerjasama antara pemerintah dan organisasi petani (IP3A/GP3A/P3A), sementara petani hanya diberikan kewenangan pengelolaan dan pengembangan pada petak tersier.
Sehingga pada tahun 2007 melalui Water Resources and Irrigation Sector Management Programs (WISMP) GP3A Mitra Cikundul Daerah Irigasi Leuwi Bokor melakukan kerjasama pengelolaan (KSP) dengan pihak Dinas PSDAP Kabupaten Cianjur sehingga dapat melaksanakan rehabilitasi bangunan bendung yaitu bendung Junghil.

2. Wilayah Kerja
Daerah irigasi Leuwi Bokor merupakan salah satu Daerah Irigasi yang kewenangan pengelolaannya dilaksanakan oleh di tingkat Kabupaten Cianjur. Daerah irigasi Leuwi Bokor meliputi luas aeral 587 Ha dan terletak di Kecamatan Cikalongkulon.


























Table 1. Data Ketinggian (dpl) dan Kemiringan (%)
NO KECAMATAN KETINGGIAN (dpl) KEMIRINGAN (%)
1 Cikalongkulon 225 – 500 0 – 40
Sumber : Cianjur Dalam Angka 2005


Dari table 2.2 terlihat bahwa untuk Kecamatan Cikalongkulon data kemiringan dan data ketinggian memiliki nilai yang sama, artinya bahwa untuk kecamatan tersebut dengan ketinggian 225 – 500 dpl dapat ditanami oleh padi maupun sayuran tetapi dengan kondisi kemiringan antara
0 – 40% maka pertanian di dua kecamatan tersebut banyak yang menggunakan sistem terassering.
Untuk wilayah tertentu di kecamatan Cikalongkulon sangat cocok dengan tanaman padi karena memiliki ketinggian 225 – 500 sehingga produksi pertanian selain padi di kecamatan rendah, dengan kemiringan antara 0 – 3% maka sistem pertanian tidak menggunakan terassering.

Tabel 2. Data Curah Hujan (mm/Tahun)
NO KECAMATAN CURAH HUJAN (mm/Tahun)
1 Cikalongkulon 2000 – 2500
Sumber : Cianjur Dalam Angka 2005

Dengan kondisi curah hujan yang cukup tinggi serta kemiringan lahan yang relatif rendah memungkinkan daerah Irigasi Leuwi Bokor sebagai daerah pertanian padi yang cukup baik tidak hanya mengandalkan sumber air irigasi tetapi juga sumber air hujan dapat diandalkan dikala musim tanam I dan II sehingga agak jauh berbeda produksi musim tanam I, II dengan musim tanam III.

Tabel 3. Luas Tanah Sawah menurut Jenis Pengairan (Ha)
NO KECAMATAN IRIGASI TEKNIS IRIGASI ½ TEKNIS IRIGASI SEDERHANA IRIGASI NON PU JUMLAH
1 Cikalongkulon 357 966 341 323 1.987

Sumber : Cianjur Dalam Angka 2005

Di Kecamatan Cikalongkulon sebenarnya ada beberapa Bendung yang digunakan untuk mengairi areal persawahan, diantanya bendung yang mengambil sumber air sungai Cikundul yaitu Bendung Leuwi Leungsir, Leuwi Bokor, dan Cinangka dengan total areal 1.644 Ha dan merupakan irigasi Teknis dan ½ teknis.
Saluran irigasi Leuwi Bokor mengairi 3 (tiga) Desa yaitu, Desa Majalaya, Desa Cijagang, dan Desa Sukamulya sehingga P3Anya pun berjumlah 3 (tiga) unit.
Dengan jumlah 3(tiga) Desa dan luas areal 587 Ha, dapat dikatakan bahwa Daerah Irigasi Leuwi Bokor merupakan Daerah Irigasi di Kabupaten Cianjur yang merupakan kewenangan Kabupaten.

Gambar 2. Peta Wilayah Daerah Irigasi Leuwi Bokor






Gambar Peta Wilayah Daerah Irigasi Leuwi Bokor


















3. Profil Sumber,Ketersediaan dan Alokasi Air Irigasi

a. Kondisi Sumber Air
Sumber air Daerah Irigasi Leuwi Bokor adalah sungai Cikundul yang merupakan Sub DAS Citarum. Mata air sungai Cikundul terletak di Taman nasional Gede – Pangrango (TNGP) sementara suplesi sungai Cikundul berasal dari beberapa anak sungai yang ada di Cianjur yaitu Sungai Cibodas, Sungai Cisarua, Sungai Cipendawa, Sungai Cikerta, Sungai Citunggul, dan Sungai Cidadap.
Kondisi debit air Sungai Cikundul sangat ditentukan oleh kondisi setiap hulu anak sungai Cikundul. Setiap hulu anak sungai Cikundul sudah sangat kritis sehingga tidak dapat menampung air hal ini dialami oleh beberapa Daerah Irigasi seperti Cihea, Susukan Gede, Cianjur Leutik, dan Ciapadang Cibeleng karena untuk mengairi daerah irigasinya saja pada musim tanam III sudah tidak mampu, apalagi jika dilanjutkan ke Daerah Irigasi Leuwi Bokor yang merupakan hilir dari ketiga anak sungai tersebut. Mata air Sungai Cikundul berada pada kawasan Taman Nasional Gede – Pangrango yang cukup terjaga kelestarian hutannya, tetapi disepanjang aliran Sungai Cikundul sudah sangat padat dengan pemukiman sehingga kondisi sungai sudah tidak terjaga dari pencemaran (sumber : ESP USAID, Transect bulan Maret 2006).
Diperlukan sebuah kebijakan pemerintah daerah dan disertai kesadaran partisipasi masyarakat sebagai komponen yang sanagt berkepentingan untuk melakukan konservasi terhadap kondisi kualitas dan kuantitas sumber air.

Tabel 4. Anak Sungai Cisokan
No Anak Sungai Kondisi
1 Sungai Cibodas Kualitas dan Kuantitas Rendah, Lahan Kritis, Sampah
2 Sungai Cisarua Kualitas dan Kuantitas Rendah, Lahan Kritis, Sampah
3 Sungai Cipendawa -
4 Sungai Cikerta Kualitas dan Kuantitas Rendah, Lahan Kritis, Sampah
5 Sungai Citunggul -
6 Sungai Cidadap Kualitas dan Kuantitas Rendah, Lahan Kritis, Sampah

b. Ketersediaan air
Ketersediaan akan air irigasi di daerah irigasi Leuwi Bokor sepanjang tahun bila dilihat dari potensi sumber air utama pada MTI dan MT II Baik dan melimpah sedangkan pada pada MT III cukup /tersedia, sedangkan bila dilihat akan kondisi kualitas airnya belum/tidak tercemar. Sedangkan ketersediaan dan kualitas di jaringan irigasi sepanjang tahun potensi akan air irigasi di Hulu, tengah dan hilir pada MT I dan II berlebih, dan tidak tercemar, sedangkan pada MT III ketersediaan air di jaringan irigasi di Hulu, tengah dan hilir cukup dan tidak tercemar sehingga umnumnya petani daerah irigasi leuwi bokor bisa melaksanakan tanam padi pada MTI,II dan III.



Grafik Neraca air









Sumber CADIN PSDA&P Cikalong kulon
Dari grafik diatas terlihat bahwa pada bulan Agustus Debit Andalan pada Daerah Irigasi Leuwi bokor adalah 3510 l/dtk sedangkan kebutuhan untuk areal Leuwi Bokor debit yang dibutuhkan adalah 342 L/dtk, sehingga kebutuhan akan air terpenuhi bahkan melimpah.

c. Alokasi Air Irigasi
Alokasi penggunaan air irigasi di Daerah Irigasi Leuwi Bokor umumnya digunakan untuk keperluan Pertanian selebihnya dipakai untuk cuci dan mandi.


4. Profil Teknis
a. Data umum Daerah Irigasi
Daerah Irigasi Leuwi Bokor merupakan daerah Irigasi di Kabupaten Cianjur yang memanfaatkan sumber air Sungai Cikundul. Daerah Irigasi Leuwi Bokor berasal dari nama Leuwi/daerah cekungan yang cukup dalam pada aliran sungai yang berbentuk seperti Bokor atau piala pada bendung Junghil sehingga Daerah Irigasinya disebut Leuwi Bokor.
Awal mula pembangunan Bendung Irigasi tidak diketahui pasti, tetapi bangunan bendung dibuat sejak jaman Belanda sekitar tahun 1940 dengan 2 Bendung yaitu Bendung Cijagang dan Bendung Junghil. Namun kondisi revolusi antara tahun 1945 hingga tahun 1960 yang menyebabkan masyarakat (termasuk kepala desa) berevakuasi sehingga kondisi bendung yang rusak akibat banjir dan longsor tidak diperbaiki dan terbengkalai.
Dari tahun 1960 Irigasi Cijagang dan Junghil merupakan irigasi desa yang hak pengelolaannya dilaksanakan oleh masing – masing desa, baru kemudian pada tahun 1985 saat beoperasinya Bendungan Cirata yang menenggelamkan hampir seluruh kecamatan Mande dan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur termasuk didalamnya Irigasi desa Lebak Soang Kecamatan Mande, ada keinginan untuk memindahkan Irigasi desa Lebak Soang ke Kecamatan Cikalongkulon yaitu Irigasi desa Junghil.
Tahun 1993 dengan berdasarkan pemindahan Irigasi Desa Lebak Soang maka Bendung Junghil dipindahkan dengan menerobos Bukit Junghil dan membentuk sebuah Leuwi yang dikenal dengan Leuwi Bokor, sejak saat itu di Bendung Junghil yang disatukan dengan Bendung Cijagang dikenal dengan nama Bendung Leuwi Bokor.
Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001 tentang Irigasi yang mengamanatkan penyerahan kewenangan pengelolaan Irigasi kepada lembaga/organisasi petani pemakai air maka untuk Daerah Irigasi Leuwi Bokor yang pada saat itu sudah menjadi Irigasi teknis dibentuklah Organisasi Gabungan Petani Pemakai Air (GP3A/P3A) dengan dibuatnya Akte Pendirian GP3A dengan nama GP3A Mitra Cikundul. Dengan organisasi ini semua kegiatan pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi dilaksanakan langsung oleh GP3A melalui Program Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi (PKPI) hingga tahun 2004.
Perubahan kebijakan pengelolaan Irigasi kembali terjadi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi yang mengisyaratkan bahwa pegelolaan dan pengembangan sistem irigasi pada blok Primer dan Sekunder harus melalui sebuah kerjasama antara pemerintah dan organisasi petani (IP3A/GP3A/P3A), sementara petani hanya diberikan kewenangan pengelolaan dan pengembangan pada petak tersier.
Sehingga pada tahun 2007 melalui Water Resources and Irrigation Sector Management Programs (WISMP) GP3A Mitra Cikundul Daerah Irigasi Leuwi Bokor melakukan kerjasama pengelolaan (KSP) dengan pihak Dinas PSDAP Kabupaten Cianjur sehingga dapat melaksanakan rehabilitasi bangunan bendung yaitu bendung Junghil.
Irigasi desa ini diambil dan dikelola oleh dinas terkait dan dijadikan Daerah Irigasi wilayah Leuwi Bokor, sehingga sampai sekarang terkenal dengan daerah Irigasi leuwi Bokor. Mengenai sejarah berdirinya Bangunan irigasi tersebut tidak ada yang tahu persis kapan bangunan irigasi tersebut didirikan.
Daerah Irigasi Leuwi Bokor mempunyai 2 Bendung yaitu :
1. Bendung Junghil (Leuwi Bokor I/BJH)
2. Bendung Cijagang (BCJ)
Bendung Junghil I terdapat diwilayah desa Majalaya, Bendung Cijagang terletak di desa Cijagang tepatnya disebelah utara desa Cijagang (Parasu) . Sumber air daerah irigasi Leuwi Bokor adalah sungai Cikundul yang dialirkan melalui 3 saluran yatu saluran induk junghil(2226 m) saluran induk Cijagang(1695 m) serta saluran sekunder Cikalong (3865 m).
Daerah irigasi Leuwi Bokor mempunyai luas areal 587 Ha. Dengan lokasi layanan daerah irigasi sebagai berikut :
1. Desa Majalaya seluas 250Ha.
2. Desa Cijagang seluas 57 Ha.
3. Desa Sukamulya seluas 2

Berdasarkan data, prosentase pemenuhan air dari Daerah Irigasi Leuwi Bokor berdasarkan kecamatan yang dilaluinya terhadap luasan sawah:

Tabel 5. Perbanding Luasan Sawah dan Luasan Irigasi
No. Kecamatan Luas Sawah
(Ha) Areal
Daerah Irigasi
(Ha) Prosentase

1 Cikalongkulon 4683 1987 27.5 %
4683 1987 27,5 %
Sumber : BPS, Cianjur dalam angka tahun 2005 (Luas Sawah)


Tabel 6. Kondisi Fisik Dan Fungsi Jaringan Irigasi
No Jenis Bangunan Jarak dari Bendung Jum. Kondisi Fungsi Keterangan
1 Bendung 1. Junghil

2. Cijagang

-
1

1
RB

B


Berfungsi


Berpungsi BJH 0, selesai di perbaiki agustus 2008. dan ruksak/jebol lagi di tahun 2009 akibat bencana alam (banjir). Tingkat kefungsian berfungsi bila digunakan/dibuat tanggul buatan. Biasanya menggunakan beronjong bamboo.
BCJ 0, i diperbaiki tahun 2008 baru selesai pada tahun 2009 akibat debit air yang tidak menentu.
2 Free Intake - 1 RR Berfungsi BCK 1-1

3 Bagi sadap 596 m 1 RR Berfungsi BCJ 3
4 Sadap


777 m
1517 m
3155 m
1760 m
22 RB Berfungsi BJH 2-1
BJH 5
BJH 3
BCK 4
5 Oncoran 1540 7 B Tdk Berfungsi BCK 5
6 Terjunan - 10 RR
RB Berfungsi
Berfungsi BJH 2 d
BCK 2 c
7 Jembatan - 3 B Berfungsi BJH 2 a
BJH 4 a
BCK 2 a
8 Gorong-Gorong - 6 B Berfungsi BJH 4 b
BCJ 5 c
BCK 2 b
BCK 3 c
BCK 5 a
BCK 5 b
9 Pelimpah Samping - 2 RR Berfungsi BJH 1 b
BCJ 4 a
BJH 1 a
10 Bangunan Ukur
50 m 1 B Berfungsi BJH 1a

11 Got Miring 400 m 1 RB Berfungsi BCK 2d
12 Pas Lining 1153 m 1 RB Berfungsi Banyak sadap liar
13 Talang 2955 1 B Berfungsi BCK 2 G
14 Penguras 328 1 B Berfungsi BCK 2 B
Ket : B = Baik RR = Rusak Ringan RB = Rusak Berat
Dari hasil penelusuran jaringan pada saat ini kondisi dari kedua bendung daerah Irigasi leuwi bokor, yaitu Bendung Junghil (BJH 0) Selesai diperbaiki pada tahun 2008, kemudian ruksak/jebol kembali sepanjang 22 meter dari total panjang 27 meter, tepatnya tanggal 4 Oktober 2009 diakibatkan bencana alam (Banjir). Sedangkan Bendung Cijagang (BCJ 0) direncanakan perbaikan selesai bulan Agustus 2008 baru selesai tahun 2009 . Hal ini disebabakan debit air sungai Cikundul yang tidak menentu sehingga ada keterlambatan perbaikan kurang lebih satu tahun .






Dilihat dari tingkat kefungsian Bendung junghil cukup berpungsi bila menggunakan tanggul buatan, tetapi kelemahannya cukup banyak yaitu apabila terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir di sumber utama (sungai Cikundul) maka akan terjadi penyumbatan dan rusaknya tanggul, akibatnya menghambat aliran air yang menuju saluran induk maupun menuju petak tersier, sehingga pendistribusian air kurang yang mengakibatkan debit air disaluran kering yang akibatnya dikhawatirkan sawah-sawah menjadi kering serta pemasangan beronjong (tanggul) harus dilakukan 2 kali kegiatan, akibatnya banyak memakan waktu serta biaya sehingga tidak berdampak terhadap iuran (IPI) yang terkumpul yang selalu terpakai untuk perbaikan tanggul. Yang paling penting dari hasil perbaikan ini adanya keterpaduan regulasi daerah terkait dengan kebijakan hulu-hilir dalam optimalisasi potensi sumberdaya air.






Sedangkan apabila melihat keseluruhan kondisi fisik dari tabel diatas menunjukan bahwa kondisi saat ini belum adanya perubahan secara signifikan. keamanan struktur serta keamanan hidrolik bendungan masih kurang optimal, sehingga bila dilihat dari tingkat kerusakan fisik jaringan irigasi secara keseluruhan menunjukan Rusak Berat. Sedangkan apabila dilihat dari fungsi jaringannya walaupun kondisi rusak tapi masih berfungsi. Begitu pula dengan Kondisi saluran induk junghil, saluran Cijagang dan saluran sekunder Cikalong, kondisinya dalam keadaan rusak, seperti terlihat dalam table dibawah ini :
Tabel 7. kondisi saluran induk Junghil, induk Cijagang dan sekunder Cikalong

No Uraian Kondisi Rekomendasi Keterangan
RR RS RB
1 Induk Junghil
b. BJH 0 √ Pengaman tanggul sungai Pasang tanggul

b. saluran induk junghil HM. 6-7 √ Perbaikan Pasang lining P=100 m
c. bang.Pengurass BJH 1a √ perbaikan Pelaksanaan swakelola
d. saluran induk junghil HM. 12-13 Pemb. Bang. baru Pasangan lining P=18m
e. saluran induk junghil HM. 15-16 √ Pembanguan baru Pasangan lining P=65 m
f. sal. Induk . HM 17 √ Pembangunan pasang lining P=34 m
g. jembatan orang
BJH 2c Pembanunan baru pembangunan P=2 m, L=1.5 m
2 Induk cijagang
a. BCJ 0 pembangunan Baru selesai dibangun 2009
b. bang.sadap BCJ2 HM2.20 √ perbaikan Perbaiakan landhoof P=2 m L= 1.5 m
3 Sekunder cikalong
a. Sasluran skunder Cikalong HM11 √ Perbaikan Perbaikan lining P=20 m
b. saluran sekunder Cikalong HM 8 √ Bangun baru Pasang lining baru P=14 m
d. Saluran sekunder Cikalong HM 15 √ Pembangunan baru Pasang lining baru P=15m
Ket : RR = Rusak Ringan RS = Rusak Sedang RB = Rusak Berat

Kondisi saluran induk Junghil, induk Cijagang dan sekunder Cikalong yang sedang diperbaiki terlihat dalam gambar dibawah ini :






Saluran induk Junghil saluran induk Cijagang saluran skunder Cikalong

b. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan (O & P) Jaringan Irigasi
Rencana kegiatan pemeliharaan pada daerah irigasi Leuwi Bokor biasanya dilakukan musiman, dan insidentil, dan dilakukan oleh GP3A/P3A yang berkordinasi dengan pihak KCD setempat adapun bentuk keterlibatan GP3A dan P3A berupa tenaga. Kemampuan yang dimilki GP3A/P3A dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan pada daerah Irigasi setempat, yaitu berupa pemotongan rumput pengerukan Lumpur dan pembersihan sampah di saluran. Dari hasil survey lapangan bentuk gotong royong daerah Irigasi Leuwi Bokor dalam membantu pelaksanaan kegiatan irigasi selalu tergantung terhadap adanya proyek saja, akibatnya banyak saluran yang tidak terpelihara daerah irigasi Leuwi Bokor khususya Desa Majalaya dan Desa Sukamulya, kegiatan pemeliharaan dilakukan oleh P3A dan GP3A secara rutin. Ini disebabkan adanya tim khusus (Waker) yang ditunjuk oleh GP3A setempat yng anggotanya sebanyak 12 orang yang biayanya dari hasil iuran (IPI) setempat. Pemeliharaan seperti ini cukup efektif terlihat dari hasil penelusuran jaringan daerah Irigasi Desa Majalaya cukup terpelihara. Kemampuan GP3A dalam melaksanakan kegiata poemeliharaan hanya pada tingkat pemotongan rumput, pengerukan lumpur, serta pembersihan sampah dibagian saluran.
Pada saat ini kondisi bendung junghil tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena bendung ini rusak berat akibat bencana diharapkan dapat mengairi tiap saluran sehingga setiap hujan tiba tidak diperlukan lagi perbaikan tanggul sementara. Kecuali bendung Cijagang sudah 100 persen selesai .
Rencana tata tanam dan pembagian air (RTT & RPA) pada setiap musim tanam (MT) di daerah irigasi Leuwi Bokor dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :




Tabel 8. pola tanam dan Jadwal Tanam Daerah Irigasi Leuwi Bokor
Musim Tanam (MT) Luas Areal tanam (Ha) BULAN Luas Areal Panen (Ha) Rata-rata produksi ton/ha
O N D J F M A M J J A S
MT I 462 √√√√√√√√ 462 5-6
MT II 462 √√√√√√√√ 462 5-6
MT III 462 √√√√√√√√
√√√√√√√√ 231
231 4-5
3
Sumber hasil wawancara dengan ketua GP3A
Keterangan : √ Tanaman padi
√ Tanaman palawija

Tabel diatas menunjukkan bahwa Rencana tata tanam dan rencana pembagian air terjadi pada :
a. Bulan Oktober, November, Desember, Januari masa tanam I
b. Bulan Februari, Maret, April, Mei masa tanam II
c. Bulan Juni, Juli, Agustus, September masa tanam III

Di daerah irigasi Leuwi Bokor, walaupun sudah ada ketetapan rencana tata tanam (RTT) di susun oleh KCD – KPL – Dinas, dengan mengacu pada rencana luas tanam perpetak tersier (dapat dilihat dalam lampiran), tetapi sebagian petani tidak melaksanakannya. Pola padi-padi, palawija, biasanya hanya sebagian petani yang melaksanakannya umumnya petani daerah irigasi Leuwi Bokor selalu melaksanakan hampir setiap musim menanam padi terus menerus sehingga kesesuaian rencana tanam, dengan rencana yang disiapkan belum sepenuhnya sesuai, begitu pula dengan rencana pembagian air seperti dalam tabel di bawah ini :

Tabel 9. Rencana pembagian air daerah Irigasi Leuwi Bokor
Wilayah Siang Malam
Hulu
Tengah
Hilir √



Sumber ketua GP3A leuwi Bokor
Pembagian air dalam tabel di atas, menunjukan tidak adanya kesesuaian dengan rencana kegiatan operasi Leuwi Bokor. Hal ini disebabkan karena bangunan bendung daerah irigasi Leuwi Bokor baru selesai diperbaiki, sedangkan buka – tutup pintu di bendung belum bisa dipergunakan. Hal ini juga disebabkan pengamanan bangunan dan saluran irigasi yang masih belum optimal dengan indikasi terjadinya kehilangan bagian bangunan irigasi dan keruksakan lining. sehingga bila dilihat dari ketepatan pelaksanaan pengaturan pembagian air pada daerah irigasi tersebut, tidak tepat waktu dan jumlah. Pelayanan kegiatan pengaturan operasi jaringan cukup memuaskan, dan keterlibatan petugas P3A/GP3A dalam kegiatan operasi jaringan irigasi ikut terlibat, tetapi dalam kemampuan kegiatan operasi tersebut sebagian petugas P3A/GP3A masih kurang mampu.
Di daerah Irigasi Leuwi Bokor terdapat koordinasi pengaturan air antar penggunpemakai air, sehingga tidak pernah/ada konflik dalam permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan operasi jaringan irigasi. Hal tersebut ada kemungkinan di daerah Irigasi Leuwi Bokor mempunyai debit air yang melimpah, dari hulu sampai hilir tidak pernah ada yang merasa kekurangan air, baik keperluan sehari-hari maupun untuk usaha tani.
c. Pelaksanaan Rehabilitasi jaringan irigasi
Pada tahun 2007, 2008 dan 2009 melalui Water Resources and Irrigation Sector Management Programs (WISMP) GP3A Mitra Cikundul Daerah Irigasi Leuwi Bokor melakukan kerjasama pengelolaan (KSP) dengan pihak Dinas PSDAP Kabupaten Cianjur sehingga dapat melaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi.


5. Profil Sosial-Ekonomi

a. Tingkat Swadaya Masyarakat
Tingkat swadaya petani masih sangat potensial untuk digerakkan. Namun tingkat swadana perlu mendapat perhatian dikarenakan masih belum tumbuhnya kesadaran dalam pengelolaan irigasi yang partisipatif. Kondisi geografis yang menempatlkan lokasi Daerah Irigasi Leuwi Bokor diperbatasan Cianjur – Bogor sangat kental dari kondisi kultur masyarakat transisi yang dapat dikatakan bahwa swadaya masyarakat merupakan hal yang hampir hilang kecuali ada kepentingan langsung dari masyarakat terhadap sebuah kegiatan. Ditambah tingkat iuran petani yang mengecil setiap waktunya. Namun itu semua kembali kepada kondisi sumber air yang tidak menentu debitnya serta kondisi bendung yang hingga saat ini perlu rehablitasi. Sehingga tidak akan sebanding antara penarikan iuran yang dikenakan pada petani dengan ketersediaan air pada saluran irigasi. Hal tersebut terjadi antara tahun 2003 sampai sekarang disebabkan oleh kondisi sumber air yang tidak menentu debitnya karena kondisi bendung junghil yang ruksak berat akibat bencana yang terjadi pada bulan oktober 2009.
Kondisi baru selesai diperbaiki tepatnya tahun 2008, namun ruksak kembali pada oktober 2009 akibat bencana banjir, sehingga ketersediaan air pada saluran akan kembali terganggu, maka akan ada pengaruhnya pada tingkat penarikan iuran masyarakat petani Daerah irigasi Leuwi bokor di tahun 2009, artinya akan kembali terjadi kefakuman.

Tabel 10. Iuran Petani Pemakai Air P3A/GP3A Mitra Cikundul
Daerah Irigasi Leuwi Bokor.
TAHUN P3A/GP3A JUMLAH IURAN (KG)
2001 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya 2078

2002 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya 2176.5
2003 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya 2112.2
2004 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya
*
2005, 2006,2007 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya

*
2008 Jaya Mekar
Mitra Tani
Mulya Jaya
**
Sumber: Data iuran P3A/GP3A Daerah Irigasi Leuwi Bokor
Keterangan : * Iuran tidak terkumpul karena ketersediaan air dalam saluran tidak cukup karena bendung
Ruksak.
** Dalam proses pengumpulan kembali(aktif) Pada akhir musim tanam 3.


b. Hubungan Kemasyarakatan/Gotong Royong
Mengenai hubungan kemasyarakatan khususnya tingkat gotong royong cukup bagus. Terbukti dari setiap penanganan kegiatan pemeliharaan masih melibatkan banyak anggota ataupun petani. Dari masyarakat petani yang berada di hulu, tengah maupun hilir selalu melakukan interaksi sehingga terjalin hubungan yang baik. Hingga saat ini Daerah Irigasi Leuwi Bokor tergabung dalam Forum Daerah Irigasi Sungai Cikundul atau disingkat FK SUCI yang anggotanya adalah Daerah Irigasi Cisalak Batusahulu, Daerah Irigasi Cinangka, Daerah Irigasi Leuwi Bokor, dan Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir. Forum Koordinasi ini dimaksudkan untuk lebih mengkoordinasi Daerah irigasi yang memanfaatkan air Sungai Cikundul sehingga terjalin hubungan kemitraan antar Daerah Irigasi.
c. Tingkat Pendidikan Petani
Untuk tingkat pendidikan Petani rata-rata menyelesaikan bangku Sekolah Dasar. Namun untuk anggota keluarga mereka (anak ) kebanyakan telah menyelesaikan SMU, namun tidak terlalu berminat untuk melanjutkan kegiatan orang tuanya, bahkan kebanyakan berurbanisasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Anggota dan pengurus IP3A/GP3A/P3A didominasi oleh golongan orang tua sehingga tingkat pendidikan relatif masih rendah
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Petani DI Leuwi Bokor
No Mitra Cai SD
(%) SMP
(%) SMU
(%) S1
(%)
1 GP3A Mitra Cikundul 10 40 30 10
2 P3A Jaya Mekar 25 40 30 5
3 P3A Mitra Tani 15 35 40 10
3 P3A Mulya Jaya 12 35 40 13

d. Status Kepemilikan lahan
Status kepemilikan lahan di daerah Irigasi Leuwi Bokor dapat dilihat dari status petaninya yang terdiri dari petani pemilik, pemilik penggarap, dan petani penggarap serta penyakap atau penyewa (gade).
Tabel 12. Status Kepemilikan Lahan
NO STATUS PETANI PROSENTASE (%)
1 Pemilik 5
2 Pemilik Penggarap 57
3 Penggarap 20
4 Penyewa 18
Jumlah 100
Sumber : hasil survey dan wawancara dengan Ketua GP3A
Ket : Pemilik adalah petani yang memiliki lahan tapi tidak digarap sendiri
Pemilik Penggarap adalah Pemilik sekaligus penggarap
Penggarap adalah tidak memiliki lahan tetapi punya lahan garapan


Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah petani yang memiliki lahan sekaligus menggarap lahannya sekitar 57% dari total lahan garapan sementara prosentase terkecil adalah pemilik dengan kepemilikian lahan 5% artinya bahwa dari data tersebut sekitar 62% lahan persawahan dimiliki oleh masyarakat daerah Irigasi Leuwi Bokor sementara lahan yang dimiliki oleh orang diluar Daerah Irigasi Leuwi Bokor hanya berjumlah 18%.

e. Struktur Mata Pencaharian Petani
Struktur mata pencaharian petani daerah irigasi Leuwi Bokor dapat dilihat dari struktur kepemilikan lahan serta jenis dari sumber penghasilan/ pendapatan petani.



Tabel 13. Struktur Mata Pencaharian masyarakat
Jenis Mata Pencaharian Jumlah
(%) Keterangan
Petani 30 Ada beberapa katagori petani
Pedagang 25
Pegawai 32 Swasta dan PNS
Buruh Pabrik/Industri 13

f. Produktivitas hasil usaha tani/luas dan jenis usaha tani.
Kondisi ekonomi masyarakat petani di daerah Irigasi Leuwi Bokor dilihat dari sisi luas areal seharusnya termasuk petani yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, tetapi jka melihat dari status petani yang lebih banyak sebagai petani penggarap maka petani merupakan buruh tani yang mengandalkan pendapatannya dari upah sebagai petani.

Tabel 14. Rata – Rata Produksi Padi
NO KECAMATAN LUAS RATA PRODUKSI
(TON)
Tanam Panen

1
Cikalongkulon 8024 8024 44518
8024 8024 44518

Dari tabel 3.4 terlihat bahwa dari hasil produksi pertanian padi pada tahun 2005 cukup besar dengan luas tanam dan luas panen sekitar 8024 Ha. Tetapi jika alih fungsi lahan tidak dikendalikan tidak mustahil bahwa pada tahun 2010 hasil produksi padi dari dua kecamatan tersebut tidak akan mencapai 30000 ton pertahun. Selain padi sebagai sumber pendapatan pertanian petani di DI Leuwi Bokor, palawija merupakan salah satu unggulan produksi yaitu sekitar 1711 ton berupa cabai, jagung serta tanaman hias seperti bunga mawar. Selain budidaya pertanian, budidaya perikanan airtawar seperti Ikan mas, Nila, dan lele menjadi salah satu budidaya yang mampu menopang ekonomi petani, tetapi berkurangnya debit air sungai Cikundul menjadi kendala yang kemudian menurunkan produksi ikan air tawar tersebut sehingga petani kehilangan salah satu sumber pendapatan.
Tingkat pendapatan petani Daerah Irigasi Leuwi Bokor tergolong cukup karena status mereka sebagian besar adalah pemilik penggarap selain itu untuk banyak dari petani di Daerah Irigasi Leuwi Bokor selain status mereka sebagai Petani mereka juga merupakan pensiunan PNS Guru atau pegawai swasta yang memiliki penghasilan tetap. Untuk menggali potensi ekonomi bidang pertanian banyak petani yang menambah penghasilannya dari melalukan intesifikasi dan divesifikasi pertanian.

Tabel 15. Analisis Usaha Tani Daerah Irigasi Leuwi Bokor
A. Biaya Produksi
No Uraian Biaya Produksi Total
Unit Volume Harga Nilai
1 Benih Kg 25 5000 125000 125000
2 Pupuk Kimia
a. Urea
b. TSP
c. KCL
Kg
Kg
Kg
200
125
75
1500
2000
2000
300000
250000
150000


700000
3 Peptisida Botol 10 35000 350000 350000
4 Tenaga Kerja
a. Pengolahan tanah
b. Traktor
c. Semai dan tanam
d. Penyiangan
e. Pemupukan
f. Penyemprotan
g. Pemanenan
HOKP
Hari
HOKW
HOKW
HOKP
HOKP
KG
30
1
50
25
4
2
6000
15000
700000
12000
12000
15000
15000
150
450000
700000
600000
300000
60000
30000
900000






3040000
TOTAL 4215000

B. Pendapatan Permusim Tanam
Pendapatan Jumlah Satuan Harga Satuan Total
Hasil Panen 6000 Kg 2050 12300000
Biaya Produksi 4215000
Total Pendapatan 8085000

g. Tingkat pendapatan usaha tani
Kondisi ekonomi masyarakat petani di daerah Irigasi Leuwi Bokor dilihat dari sisi luas areal seharusnya termasuk petani yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, tetapi jka melihat dari status petani yang lebih banyak sebagai petani penggarap maka petani merupakan buruh tani yang mengandalkan pendapatannya dari upah sebagai petani.
h. Tingkat pendapatan rumah tangga petani
Tingkat pendapatan rumah tangga petani Daerah Irigasi Leuwi Bokor tergolong rendah pendapatannya. Rata-rata pendapatan rumah tangga masyrakat petani pemakai air dalam sebulan sekitar 500.000 per bulan.
i. Potensi sumber daya lokal
Beberapa potensi lokal yang potensial untuk dapat dikembangkan diantaranya potensi sumber daya manusia yang dinilai cukup memadai, ditambah dengan sumber daya lain seperti lahan, air dan material juga cukup potensial untuk dikembangkan. Hanya saja untuk sumber daya teknologi dirasakan masih sangat kurang.
Selain padi sebagai sumber pendapatan pertanian petani di DI Leuwi Bokor, palawija merupakan salah satu unggulan produksi yaitu berupa cabai, jagung serta tanaman hias seperti bunga mawar.
Selain budidaya pertanian, budidaya perikanan air tawar seperti Ikan mas, Nila, dan lele dengan pola Mina Padi (MINDI) yaitu pola tanam ikan sebelum tanam padi menjadi salah satu budidaya yang mampu menopang ekonomi petani, tetapi berkurangnya debit air sungai Cikundul menjadi kendala yang kemudian menurunkan produksi ikan air tawar tersebut sehingga petani kehilangan salah satu sumber pendapatan.
Tingkat pendapatan petani Daerah Irigasi Leuwi Bokor tergolong cukup karena status mereka sebagian besar adalah pemilik penggarap selain itu untuk banyak dari petani di Daerah Irigasi Leuwi Bokor selain status mereka sebagai Petani mereka juga merupakan pensiunan PNS Guru atau pegawai swasta yang memiliki penghasilan tetap. Untuk menggali potensi ekonomi bidang pertanian banyak petani yang menambah penghasilannya dari melalukan intesifikasi dan divesifikasi pertanian. Seperti yang dilakukan P3A mitra cai Jaya mekar dan P3A Mulya jaya sedang melakukan System of Rice Intensification (SRI) serta pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Tetapi belum seluruhnya dilaksanakan, kurangnya biaya serta pengetahuan tentang pola tanam ini menjadi kendala sebagian masyarakat petani Daerah Irigasi leuwi bokor. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel 6 dibawah ini :

Tabel 16. Intensifikasi dan diversifikasi pertanian P3A/GP3A
Daerah Irigasi Leuwi Bokor Tahun 2009.
Jenis Pola tanam P3A/GP3A Luas tanam
PTT Jaya Mekar 3000 m2
SRI Mulya Jaya 11.600 m2
MINDI Mulya Jaya 5000 m2
Keterangan : PTT (Pengelolaan Tanaman dan sumber daya terpadu)
SRI (System of Rice Intensification)
MINDI (Mina Padi)


j. Peluang usaha ekonomi produktif
Hal ini erat hubungannya dengan potensi yang dimiliki, sehingga peluang usaha ekonomi produktif yang dapat dikembangkan tentunya yang berbasis air, lahan dan agribisnis. Untuk teknologi walaupun tidsak terdapat di potensi lokal namaun kehadirannya dapat membentu kehidupan masyarakat disekitarnya. Untuk itu sektor ini sangat menjanjikan jika digunakan sebagai salah satu peluang usaha produktif. Potensi Sumber daya lokal dan Peluang Usaha Ekonomi Produktif dapat diupayakan dengan sistem :
 Intensifikasi
Peningkatan produktifitas hasil pertanian dengan tidak menambah jumlah areal, dengan melakukan pemilihan bibit yang unggul serta proses pemupukan yang benar.
 Ektensifikasi
Peningkatan produktifitas hasil pertanian dengan menambah jumlah areal, hal ini dimungkinkan untuk daerah Irigasi Leuwi Bokor.
 Diversifikasii
Peningkatan produktifitas hasil pertanian dengan menambah jenis tanam, dengan melakukan tumpang sari, ataupun penyesuaian dengan jadwal musim tanam, yaitu palawija. Untuk DILeuwi Bokor sangat dimungkinkan untuk melakukan penanaman jagung, kacang tanah dan umbi-umbian..
DUKUNGAN
 Ketersediaan Lahan dan Air Cukup Tersedia
 Sarana pertanian yang cukup
 Sistem Budidaya
 Pasca Panen/Pemasaran
Dari keempat faktor pendukung diatas untuk point Pemasaran masih perlu adanya peningkatan..

6. Profil Kelembagaan

a. Profil umum P3A/GP3A daerah Irigasi Leuwi Bokor
• P3A mitra CAI
1. P3A Mitra Cai Mitra Tani.(Desa Majalaya) Luas 250 Ha
2. P3A Mitra Cai Wirata Asih (Desa Cijagang). Luas 57 Ha
3. P3A Mitra Cai Mulya Jaya (Desa Sukamulya). Luas 280 Ha
P3A Mitra Cai yang telah mempunyai legalitas adalah P3A Mitra Cai Mitra Tani dibuat tahun 2008 oleh dinas Pertanian. Sedangkan P3A yang dalam proses legalitas adalah P3a Wirata Asih dan P3A Mulya jaya. (proses di tahun 2009).

• GP3A Mitra Cai
Nama Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Daerah Irigasi Leuwi Bokor adalah Mitra Cikundul, yang mempunyai legalitas yaitu Akta Perubahan Notaris No. 57, Notaris : Agus Syamsudin, SH. Yang dibuat pada tanggal 18 April 2008, dengan NO. NPWP : 02.309.438.6.406.000. Azas dan Sifat Gabungan yaitu Gotong royang dengan berazaskan Pancasila, merupakan perkumpulan sosial, serta mendaya gunakan potensi air irigasi pada petak tersier atau daerah irigasi pedesaan disekitar wilayah kerja sekunder

b. Struktur Organisasi, dan kelengkapan kesekretariatan

Struktur organisasi GP3A Mitra Cikundul :

Badan pemeriksa : H. Misbahudin
Ketua : M.Y. Ridwan
Wk.Ketua : U. Sukinar
Sekretaris : lutfi
Bendahara : A. Baehaki
Seksi teknis : Juhaeni
Seksi Usaha : Entang. Y/Bibin.M
Seksi Samprotan : Cecem/Mustopa/ujang
Seksi keamanan : T. Somantri/Jajang




Bagan Struktur Organisasi GP3A Mitra Cikundul


























Keanggotaan terdiri dari P3a Unit, Pemilik sawah, Pemilik penggarap sawah, Penggarap/penyakap, Pemilik kolam yang mendapat pasokan air irigasi.
Susunan Pengurus P3A :

1. P3A mitra tani (Desa Majalaya)

Ketua : M.Y. Ridwan
Sekretaris : Lutfi
Bendahara : Baehaki
Koordinator ulu-ulu : Somantri
Ketua Blok 1 : Anong
Ketua Blok 2 : H. Misbah
Ketua Blok 3 : Ocid

2. P3A Wirata asih (Desa Cijagang)
Ketua : Cecen Husen
Wk. Ketua : Entang Yuyun
Sekretaris : Juhaeni
Bendahara : E. Saripudin
Koordinator Ulu-ulu : Tatang
Ketua Blok 1 : Jejen
Ketua Blok 2 : Nana
Ketua Blok 3 : Olih

3. P3A Mulya Jaya
Ketua : U. Sukinar
Wk. : Ece Sulaeman
Sekretaris : E. Somantri
Bendahara : Mustopa
Koordinator Ulu-ulu : Cucup
Ketua Blok 1 : Jajang
Ketua Blok 2 : Ujang
Bagan P3a Mitra Cai

























b. Kelengkapan Kesekretariatan
Tabel 17. kelengkapan kesekretariatan Daerah Irigasi Leuwi Bokor Tahun 2009

d. Wilayah Kerja dan Program Kerja
• Wilayah Kerja
Daerah irigasi Leuwi Bokor merupakan salah satu Daerah Irigasi yang kewenangan pengelolaannya dilaksanakan oleh di tingkat Kabupaten Cianjur. Daerah irigasi Leuwi Bokor meliputi luas aeral 587 Ha dan terletak di Kecamatan Cikalongkulon.



















• Program Kerja
RENCANA KERJA GP3A MITRA CIKUNDUL
DAERAH IRIGASI LEUWI BOKOR
TAHUN 2008 – 2010


NO PROGRAM/KEGIATAN TAHUN PENANGGUNG
JAWAB KET
I II III IV V
1 Peningkatan Kelembagaan P3A/GP3A
a. Patisipasi Aktif anggota
b. Penataan Administrasi GP3A/P3A, Desa, Bappeda, PSDAP
2 Peningkatan Kemampuan Anggota P3A/GP3A GP3A/P3A, Bappeda, PSDAP
3 Pemeliharaan dan Operasional Jaringan irigasi GP3A/P3A
4 Pengembangan Usaha
a. P3A
b. GP3A
GP3A
P3A
5 Monitoring dan Evaluasi GP3A/P3A


RENCANA KERJA TAHUNAN GP3A MITRA CIKUNDUL
DAERAH IRIGASI LEUWI BOKOR
Tahun 2009
NO PROGRAM/KEGIATAN BULAN PELAKSANA INDIKATOR
8 9 10 11 12
Peningkatan Kelembagaan IP3A/GP3A/P3A
1 Inventarisasi Permasalahan GP3A/P3A GP3A/P3A Terkumpulnya permasalahan di GP3A dan P3A
2 Inventarisasi Aset P3A/GP3A Sekretaris GP3A Tersedianya data Aset P3A/GP3A
3 Melaksanakan Rapat Mingguan (Minggon) Sekretaris GP3A Terlaksananya Rapat Mingguan
4 Melengkapi administrasi kelembagaan
- Pengisian Buku Anggota
- Pembuatan Buku Agenda Rapat
- Pembuatan Buku Inventarisasi
- Pembuatan Buku Keuangan
- Pembuatan Buku Kegiatan
- Pembuatan Arsip risalah rapat Ketua , Sekertaris, Bendahara GP3A - Buku Anggota yang terisi
- Adanya buku agenda rapat
- Adanya Buku Inventarisasi
- Adanya Buku Keuangan
- Adanya Buku Kegiatan
- Adanya Arsip risalah rapat
5 Melaksanakan pertemuan dengan dinas/instansi terkait guna memotivasi anggota Ketua GP3A - Jumlah anggota yang hadir rapat lebih banyak
- Bertambahnya anggota P3A/GP3A


Pemeliharaan dan Operasional Jaringan
1 Penelusuran Jaringan Irigasi Ketua GP3A Terlaksananya kegiatan penelusuran jaringan
2 Pendataan Kerusakan jaringan irigasi Ketua GP3A Tersedianya data jaringan irigasi
3 Melaksanakan Kerja Bakti Bulanan GP3A/P3A Bersihnya saluran sekunder dan tersier
4 Melaksanakan Iuran IPI Anggota GP3A Adanya sejumlah uang iuran di bendahara GP3A
5 Pembuatan Buku Inventarisasi Jaringan Ketua GP3A Adanya buku Inventarisasi Jaringan
6 Melaksanakan perbaikan kecil jaringan Ketua GP3A Terselesaikannya kerusakan saluran
7 Bekerjasama dengan dinas terkait Ketua GP3A Adanya pertemuan dengan dinas terkait
Monitoring dan Evaluasi
1 Melaksanakan monitoring terhadap kegiatan sesuai dengan indicator kegiatan GP3A/P3A Adanya laporan / catatan / resume kegiatan
2 Melaksanakan evaluasi kegiatan dan keuangan GP3A/P3A Adanya laporan evaluasi kegiatan dan keuangan


e. Pemberdayaan organisasi P3A/GP3A
Beberapa upaya dalam meningkatkan kemampuan GP3A/P3A dalam pengelolaan irigasi partisipatif telah dilakukan. Diantaranya adalah memberikan pelatihan-pelatihan serta sosialisasi kebijakan Pemerintah berkenaan dengan keirigasian. Upaya lain adalah melakukan mediasi dengan pihak/lembaga swasta/GP3A dari daerah Irigasi yang lain seperti GP3A Kayungyun hal tersebut dimaksudkan untuk terobosan dalam pengembangan usaha produktif lainnya.
Berkenaan dengan kegiatan pelatihan, sangat disayangkan untuk obyek pelatihan adalah Ketua atau yang ditunjuk selalu itu-itu juga. Dikhawatirkan adalah penerapan ataupun sosilisasinya kepada anggota ataupun pengurus tidak akan merata. Untuk itu perlu dilakukan pelatihan di setiap Daerah Irigasi masing-masing ataupun tempat yang berdekatan dengan lokasi pemberdayaan, agar dapat diikuti oleh semua atau sebagian pengurus GP3A/P3A.
f. Kinerja organisasi P3A/GP3A Daerah Irigasi Leuwi Bokor
kinerja organisasi P3A/GP3A masih belum optimal dengan tingkat keaktipan sebagian pengurus/anggotanya cenderung rendah sehingga masih perlu adanya pendampingan, serta daerah irigasi ini masih belum jelasnya peran organisasi P3A/GP3A di daerah Irigasi Leuwi Bokor terhadap perubahan kebijakan pengelolaan irigasi.
Melihat dari target iuran belum berjalan optimal, dapat dilihat dalam tabel 2 tingkat keaktifan pengurus maupun anggota dalam hal pengumpulan iuran dari tahun 2001 sampai dengan 2008 terus menurun. Ini disebabkan karena pengurus GP3A selalu terfokus pada pengelolaan irigasi di wilayah sekunder. Karena orientasi yang kelihatannya mengarah pada komersialitas/proyektable. Hal ini tidak dapat disalahkan sepenuhnya pada kepengurusan GP3A, namun memang kebijakan yang kondusif untuk kearah itu serta keadaan bangunan bendung saati itu dalam keadaan ruksak berat.
Untuk itu diperlukan perbaikan disetiap lini, agar penyelesaiannya dapat dilakukan secara komperhensif dan menyeluruh


























PSETK secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambaran informasi atau data mengenai keadaan sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif.

Analisa hasil PSETK Memuat informasi tentang uraian dari persoalan yang mendasar yang terjadi di wilayah Daerah Irigasi Leuwi Bokor, yang ditinjau dari aspek Sosial Ekonomi, Teknik, Kelembagaan, Usaha Tani serta Potensi Sumber Lokal.
Kebanyakan keturunan/regenerasi berurbanisasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Tidak mengikuti jejak pendahulunya sebagai petani. Sehingga untuk memajukan keirigasian dan pertanian kususnya tidak bisa berkembang karena ketika diperlukan regenerasi dari pendahulunya sudah tidak tersedia. Kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki oleh kelompok tani merupakan suatu kendala dalam pemberdayaan serta pengembangan organisasi, adanya kemampuan untuk berkomunikasi menyampaikan permasalah kepada anggota yang lain relatif kecil sehingga pemahaman mereka terhadap organisasi kurang begitu antusias. Dominasi informasi masih hanya terbatas untuk pengurus inti seperti ketua, sekretaris dan bendahara serta para ketua P3A, sehingga pemerataan informasi kepada pengurus yang lain belum terserap secara maksimal.
Pertemuan atau rapat koordinasi intensitasnya sedikit menurun sehingga program kerja tidak maksimal dilaksanakan, hal ini bisa disebabkan karena lemahnya keorganisaian serta daya dukung lingkungan yang kurang memahami akan keberadaan kelembagaan serta kesibukan rutinitas anggota kelompok. Tingkat keaktifan pengurus sedikit menurun terhadap kegiatan organisasi terutama di kepengurusan P3A, hal ini karena aktivitas dari organisasi tidak jelas dan masih berorientasi pada kegiatan-kegiatan yang bersifat project saja.
Daya dukung dari lembaga terkait kurang maksimal terutama dari lembaga atau dinas pemerintah yang membidangi sektor pertanian dan ke irigasian, sehingga para petani kurang termotivasi dengan kegiatan kelembagaan secara menyeluruh, selain itu pula lembaga yang ada ditingkat desa sebagai perangkat pemerintahan desa kurang begitu merespon keberadaan organisasi petani pemakai air, artinya bukan tidak mau bergabung akan tetapi sifat koordinasi yang selama ini berjalan secara langsung dari instansi terkait, sehingga informasi kurang begitu terserap oleh pemerintahan desa.
Potensi lokal yang potensial untuk dapat dikembangkan diantaranya potensi sumber daya manusia yang dinilai cukup memadai, ditambah dengan sumber daya lain seperti lahan, air dan material juga cukup potensial untuk dikembangkan. Hanya saja untuk sumber daya teknologi dirasakan masih sangat kurang. Apabia ditinjau dari aspek usaha tani selain padi sebagai sumber pendapatan pertanian petani di DI Leuwi Bokor, palawija merupakan salah satu unggulan produksi yaitu berupa cabai dan jagung . Selain budidaya pertanian, budidaya perikanan air tawar seperti Ikan mas, Nila, dan lele dengan pola Mina Padi (MINDI) yaitu pola tanam ikan sebelum tanam padi menjadi salah satu budidaya yang mampu menopang ekonomi petani, tetapi berkurangnya debit air sungai Cikundul ditambah dengan jebolnya bendung junghil menjadi kendala yang kemudian menurunkan produksi ikan air tawar tersebut sehingga petani kehilangan salah satu sumber pendapatan yang potensial ini.


























PSETK secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambaran informasi atau data mengenai keadaan sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif.

A. Masalah
Masalah-masalah yang dihadapai di daerah Irigasi leuwio bokor antara lain dilihat dari aspek-aspek :

1. Sosial Ekonomi
Beberapa faktor munculnya masalah sosial ekonomi di masyarakat petani seperti :
Perluasan daerah pemukiman yang menambah sempit areal pesawahan.
Munculnya kondisi kepemilikan atas lahan irigasi oleh masyarakat sehingga menyulitkan pendataan kembali aset Irigasi.
Masih belum tumbuhnya kesadaran dalam pengelolaan irigasi yang partisipatif.
Anggota dan pengurus GP3A/P3A didominasi oleh golongan orang tua sehingga tingkat pendidikan relatif masih rendah.
Kebanyakan keturunan/regenerasi berurbanisasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Tidak mengikuti jejak pendahulunya sebagai petani.
Permasalahan petani di Daerah Irigasi Leuwi Bokor dalam peningkatan produktifitas hasil pertanian sebagai bagian dari peningkatan pendapatan petani adalah masalah klasik yaitu mengenai perbandingan harga hasil produksi dengan biaya produksi terutama harga pupuk dan tenaga kerja.
Usaha tani yang dilakukan masyarakat daerah irigasi Leuwi Bokor umumnya masih konvensional dengan adopsi teknologi belum optimal.
Umumnya petani menjual hasil panennya langsung ke tengkulak dengan sistem borong hasil atau sebagian petani ada menjual dengan sistem ijon.

2. Teknik
a. Sumber air daerah irigasi Leuwi Bokor

Sumber air Daerah Irigasi Leuwi Bokor dalam gambaran umum sudah di jelaskan bahwa sumber airnya adalah yang berasal dari sungai Cikundul yang merupakan Sub DAS Citarum. Mata air sungai Cikundul terletak di Taman nasional Gede – Pangrango (TNGP) sementara suplesi sungai Cikundul berasal dari beberapa anak sungai yang ada di Cianjur yaitu Sungai Cibodas, Sungai Cisarua, Sungai Cipendawa, Sungai Cikerta, Sungai Citunggul, dan Sungai Cidadap.
Kondisi debit air Sungai Cikundul sangat ditentukan oleh kondisi setiap hulu anak sungai Cikundul. Setiap hulu anak sungai Cikundul sudah sangat kritis sehingga dikhawatirkan air tersebut tidak bisa tertampung, hal ini dialami oleh beberapa Daerah Irigasi seperti Cihea, Susukan Gede, Cianjur Leutik, dan Ciapadang Cibeleng karena untuk mengairi daerah irigasinya saja pada musim tanam III sudah tidak mampu, apalagi jika dilanjutkan ke Daerah Irigasi Leuwi Bokor.

b. Ketersediaan

Dengan tidak berfungsinya bendung junghil I disebabkan jebol akibatnya Ketersediaan air dalam saluran irigasi menjadi berkurang sehingga debit air di daerah irigasi leuwi bokor menjadi tidak teratur. Biasanya di daerah irigasi Leuwi Bokor apabilka bendung mengalami kerusakan, selalu dibuat tanggul buatan (usaha mengalirkan air dalam saluiran irigasi) dari sumbernya. Akan tetapi banyak sekali kelemahannya selain menghabiskan waktu, tenaga serta biaya. Bendung buatan ini sering terganggu yaitu dikala hujan air dalam saluran menjadi berkurang/tidak ada sama sekali, karena bila terjadi hujan lebat bendung buatan ini sering jebol terbawa arus oleh besarnya air dari sumber utama atau tertutup oleh sampah dari hulu yang dibawa oleh air.

c. Alokasi Air Irigasi

Alokasi air irigasi umumnya digunakan untuk bertani, mandi dan mencuci, sejauh ini di daerah irigasi leuwi bokor belum terjadi masalah-masalah yang signifikan tentang alokasi akan air irigasi ini.

d. Fisik bangunan

Untuk jaringan irigasi yang terdapat di lingkungan padat penduduk, terlihat masih banyak sampah karena kurangnya kesadaran dari masyarakat disamping keaktifan dari P3A yang kurang.
Banyak saluran/lining yang rusak sehingga menghambat arus air serta Penggunaan badan saluran irigasi (lining) untuk pemanfaatan bangunan dan pemanfaatan lainnya masih ada disebagian jaringan irigasi.
Pengamanan bangunan dan saluran irigasi yang masih belum optimal dengan indikasi terjadinya kehilangan bagian bangunan irigasi dan kerusakan lining.
Minimnya pengetahuan dan ketrampilan GP3A/P3A terhadap Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.
Minmimnya kuantitas tenaga operasi dan pemeliharaan serta kegiatan gotong royong yang dilaksanakan anggota GP3A/P3A masih terbatas pada kegiatan yang bersinggungan dengan kegiatan proyek.

3. Kelembagaan

Anggota dan pengurus GP3A/P3A didominasi oleh golongan orang tua sehingga tingkat pendidikan relatif masih rendah.
Kelengkapan administrasi kelembagaan belum lengkap.
Pemahaman tentang pengisian buku buku administrasi belum bisa dipahami.
Rutinitas pertemuan antar pengurus unit P3A maupun Pengurus GP3A belum terlaksanadengan baik.
Pelaksanaan pelatihan pelatihan tentang keorganisasian masih diikuti oleh jajaran pengurus yang tetap, tidak bergantian, sehingga informasi tidak segera tersebar secara menyeluruh.
Iuran Pengelolaan Irigasi belum berjalan.

4. Usaha Tani dan Potensi Sumber Lokal

Perluasan daerah pemukiman yang menambah sempit areal pesawahan.
Munculnya kondisi kepemilikan atas lahan irigasi oleh masyarakat sehingga menyulitkan pendataan kembali aset Irigasi.
Permasalahan petani di Daerah Irigasi Leuwi Bokor dalam peningkatan produktifitas hasil pertanian sebagai bagian dari peningkatan pendapatan petani adalah masalah klasik yaitu mengenai perbandingan harga hasil produksi dengan biaya produksi terutama harga pupuk dan tenaga kerja
Usaha tani yang dilakukan masyarakat daerah irigasi Leuwi Bokor umumnya masih konvensional dengan adopsi teknologi belum optimal.
Umumnya petani menjual hasil panennya langsung ke tengkulak dengan sistem borong hasil atau sebagian petani ada menjual dengan sistem ijon.

B. Upaya Tindak Lanjut

Usaha – usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut diatas sudah dilakukan seperti :
Sosialisasi tentang akibat terjadinya alih pungsi lahan.
Peningkatan koordinasi antar Mitra Cai, Muspika, Desa/ kelurahan, Cabang Dinas dan Dinas PSDAP kabupaten Cianjur.
Mensosialisasikan tingkat kesadaran masyarakat tentang pengelolaan irigasi.
Study banding dengan P3A/GP3A yang telah berhasil dan berkembang.
Sosialisasi tentang akibat terjadinya alih pungsi lahan.
Peningkatan koordinasi antar Mitra Cai, Muspika, Desa/ kelurahan, Cabang Dinas dan Dinas PSDAP kabupaten Cianjur.
Penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya Pengelolaan Tanaman dan Sumber daya Terpadu Dan Pola Tanam padi secara SRI.
Mengadakan sekolah lapang tentang petunjuk pelaksanaan penanaman padi sawah secara SRI untuk P3A/GP3A oleh dinas Pertanian.
Pelatihan dan Sosialisasi teknologi hasil pertanian serta pemasaran hasil peranian terhadap P3A/GP3A mitra cai daerah setempat oleh ppl/Dinas Pertanian.
Study banding dengan P3A/GP3A yang telah berhasil.
Perlu pengembangan program dengan pola insentif dalam meningkatan usaha ekonomi dan kesejahteraan masyrakat (prgram dinas terkait).
Memberikan kesadaran penuh pada petani mengenai kegunaan dari rencana tata tanam.
Pembinaan di tingkat petani harus lebih digiatkan, utamanya mengenai pengelolaan irigasi partisipatif.
Perlunya pengamanan ekstra untuk setiap pintu, dengan keaktifan dari P3A ditambah bantuan dengan melibatkan pihak sat pol pp serta pihak kepolisian.
Penegakan hukum dengan melalui proses sosialisasi, pemasangan papan peringatan hingga penegakaan diterapkan pada setiap pelanggar
Peningkatan Kemampuan teknis pertugas pintu serta peningkatan kemampuan teknis dan kapasitas kelembagaan GP3A/P3A.
Peningkatan koordinasi antar Mitra Cai, Cabang Dinas dan Dinas PSDAP kabupaten Cianjur.
Peningkatanjumlah serta mutu sarana fisik jaringan irigasi
Penyuluhan dan sosialisasi PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi
Pelatihan Manajamen bagi GP3A/P3A Mitra Cai melalui berbagai program Pemerintah seperti Irigasi Andalan jawa barat, IWIRIP, PKPI, samapai WISMP.










PSETK secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambaran informasi atau data mengenai keadaan sosial, ekonomi, teknis, dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan program pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam meningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif.


Profil Sosio Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK) Daerah Irigasi Leuwi Bokor merupakan gambaran informasi tentang kondisi Sosioekonomi Teknis dan Kelembagaan daerah Irigasi Leuwi Bokor yang dapat digunakan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi sebagai acuan dalam menyusun program perencanaan pengelolaan irigasi, juga dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan irigasi partisipatif bagi IP3A/GP3A/P3A dalam peningkatan kinerja.
Profil daerah Irigasi Leuwi Bokor ini belum seluruhnya lengkap dan sempurna, tetapi masih banyak kekurangan data pendukung yang harus dilengkapi serta diperlukan perubahan – perubahan seiring perubahan kondisi Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan di daerah irigasi Leuwi Bokor.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tersusunnya PSETK daerah irigasi Leuwi Bokor yang lengkap dan sempurna. Semoga PSETK ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiiiin !!!
























Kegiatan Dalam Gambar


























Bendung dibangun th 2009 Sebelum jebol sdh terjadi keruksakan Jebol bln Nopember 2009














Bendung Cijaganf selesai Dibangun Tahun 2009