Jumat, 13 November 2009

gotong-royong, benteng terakhir kearifan lokal


Apa pun konteksnya nama gotong-royong selalu dikaitkan dengan aktivitas atau kegiatan yang selalu dilakukan secara bersama-sama. Gotong royong selalu berangkat dari ide dan konsep partisipasi masyarakat kelas bawah. kenapa demikian? sebab, jika kita melihat struktur sosial yang ada dimasyarakat. masyarakat kita sebetulnya telah dari dulu menyadari, bahwa untuk menyelesaikan sebuah ide, gagasan bahkan sebuah konsep harus berangkat dari kesadaran kolektif. sebab, jika mengandalkan individu (hanya sedikit yang kaya~cenderung feodalis) masyarakat niscaya sebuah gagasan untuk kepentingan bersama tidak akan terwujud. Berangkat dari ketidakmampuan masyarakat secara materi, terjalinlah kesadaran individu-individu itu untuk mengumpulkan seluruh kemampuan dan kekuatan yang ada, dengan berprinsip duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Dan, budaya tersebut telah terbentuk sudah sejak lama. Jika melihat dari perspektif sejarah umat manusia, gotong-royong adalah sebuah keniscayaan seluruh umat manusia sebagai bekal untuk bertahan hidup demi kelangsungan hidup dan kehidupan. jika kita yang hanya memonopoli kebenaran tersebut (karakter gotong-royong), sepertinya terlalu ke-PD-an, sebab, kalau pun benar gotong-royong itu hanya milik karakter bangsa kita, kenapa bangsa kita selalu lamban untuk menentukan nasib bangsanya ke depan. Saya tergugah dan takjub, ketika bangsa jepang yang porak-poranda terkena bom nuklir terdahsyat di dunia, atau bangsa Jerman yang hancur akibat kalah perang, tetapi bangsa-bangsa tersebut mampu bangkit kembali secara serempak. Mereka mampu menunjukkan bahwa bangsa mereka lebih bahu-membahu untuk bangkit dari keterpurukan mental dan peradaban. Tidak sampai sewindu, bangsa jepang dan Jerman mampu berdiri di kaki sendiri. Contoh tersebut mudah-mudahan mampu menginsyafi kita semua yang selalu mengklaim bangsa yang paling arif dalam hal bahu-membahu dalam menentukan konsensus atau pun dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan bersama (gotong-royong). Ke depan janganlah kita terlena dengan kebanggaan semu warisan dongeng gotong-royong semata, tetapi mampu membumi, menyata dalam setiap gerak langkah manusia-manusia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar